Kamis, 16 Agustus 2012

KEPEMIMPINAN YESUS



Dalam Bab I penulis telah membahas tentang definisi kepemimpinan sebagai satu keahlian atau kecakapan untuk mempengaruhi orang lain dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Alkitab mencatatkan beberapa catatan penting tentang kepemimpinan Yesus. Banyak orang yang hidup di zaman itu kagum melihat kepridaian dan filosofi-filosofi yang diajarkan-Nya (Matius 7: 28-29), bahkan orang yang tadinya menjadi penentang-Nya pada akhirnya menjadi imitating-Nya (band. Kis 6:7; 8:1-3, 9:1-20). Kepemimpinan-Nya sungguh memberikan dampak luar biasa dalam peradaban manusia. Ia menjadi inspirasi bagi pemimpin-pemimpin di kemudian hari. Lincoln pemimpin besar Amerika pada era tahun 1800-an. Setiap pemikiran, dan tindakannya dinafasi oleh filosofi yang diterimanya dari pemimpin agungnya Yesus Kristus. Di akhir hayatnya, menteri Angkatan Bersenjata Stanton berkata: “di sana terbaring lelaki paling sempurna yang pernah ada di dunia.”[i]
Yesus sebagai tokoh utama dalam makalah ini akan diteliti model kepemimpinan-Nya berdasarkan ilmu kepemimpinan modern.

Model-model Kepemimpinan

Perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur membagi model-model kepemimpinan menjadi :
1.       Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960,[ii] Stogdill 1974[iii]).
Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikansinya sangat rendah.[iv] Bukti-bukti yang ada menyarankan "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation".[v]

2.       Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi-studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hoy dan Miskel  menyatakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi  (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics).[vi] Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan  model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

3.       Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Halpin pada tahun 1966 [vii] dan Blake and Mouton pada tahun 1985[viii] menyatakan tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

4.       Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Model kepemimpinan ini memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan ini dikenal juga sebagai model kepemimpinan Fiedler (1967) karena model tersebut beranggapan, kontribusi pemimpin terhadap keefektifan kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.[ix] Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Faktor-faktor tersebut adalah :
a.       Hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
b.      Struktur tugas (the task structure), dan
c.       Kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi.[x] Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
a.       supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat),
b.      directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada),
c.       participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan
d.      achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada.

5.       Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional.[xi] Burns menyatakan model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Hater dan Bass menyatakan "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or going beyond the self-interest exchange of rewards for compliance." Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership,"[xii] Bass dan Avolio mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's"[xiii] antara lain:
  1. Idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.
  2. Inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme.
  3. Intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
  4. Individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.
Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitasnya.
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary).
Berdasarkan kepada penjelasan model-model kepemimpinan modern tadi, kepemimpinan Yesus masuk model kepemimpinan nomor tiga sampai dengan nomor lima. Ditinjau dari sisi kaca mata kepemimpinan Kristen, kepemimpinan Yesus dapat digolongkan sebagai kepemimpinan hamba. Beberapa pemikir kepemimpinan Kristen mencoba mengangkat tulisan rasul Yohanes perihal model ini.
Pada waktu Yesus melakukan pembasuhan kaki tersebut, Ia menegaskan definisi pemimpin yang Alkitabiah (band. Yoh. 13:16; Mat 10:24-25;Luk 6: 40). Matius Henry menyatakan:
Christ reminds them of their place as his servants; they were not better men than their Master, and what was consistent with his dignity was much more consistent with theirs. If he was humble and condescending, it ill became them to be proud and assuming.[xiv]

Yesus melakukan tindakan tersebut untuk memberikan satu contoh kepada murid-murid. Yesus datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Mar 10:45). Penegasan senada sering kali diucapkan Yesus kepada para murid (Mat 17: 22-23; Mark 9: 30-32; Luk 9: 43-45).
                Bagi Yesus, kepemimpinan adalah satu komitmen untuk melayani. Blanchard  mengemukakan inilah kepemimpinan yang benar dan efektif.[xv] Kepemimpinan hamba adalah kepemimpinan yang dijalankan dengan mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kesenangan pribadi. Yesus pernah menyatakan kepada para murid, bagaimana seharusnya seorang pemimpin hamba menyikapi posisinya. Seorang pemimpin hamba, setelah melaksanakan tugasnya tidak memiliki hak untuk meninggikan diri atau berpuas diri dengan hasil yang telah didapatkannya. Dia tidak memiliki hak untuk mengharapkan penghargaan dari siapa pun, kecuali hanya melakukannya karena demikianlah harusnya terjadi(Luk 17: 7-10). Itulah hakikat kepemimpinan hamba, yaitu melayani (Mark 10:44).


YESUS DAN TIM-NYA

Misi dan Visi kepemimpinan Yesus

Beberapa waktu sebelum peristiwa pembasuhan, terjadi kesalah-pahaman di antara para murid. (band. Mat 20: 10-28; Mark 10:35-45). Kesalah-pahaman itu dilatar belakangi oleh permintaan ibu Yakobus dan Yohanes (versi Matius), atau permintaan Yakobus dan Yohanes (versi Markus). Kesalah-pahaman itu menimbulkan kemarahan di antara murid-murid Yesus (Mark 10: 41). Murid-murid kepemimpinan tersebut berlangsung,
Kepemimpinan yang digerakkan oleh visi.

Metode Yesus Mengembangkan Tim-Nya
1.       Rekruitmen
Dalam dunia modern, setiap instansi yang ingin mengalami terobosan harus melakukan rekruitmen. Mengingat persaingan yang sangat ketat, instansi dengan visi dan misi yang ada padanya harus menyiasati persaingan tersebut dengan berbagai cara, termasuk dengan menambah para pelaksana di lapangan. Dalam dunia yang natural berlaku hukum-hukum naturalis, dimana ada saat memulai segala sesuatu, dan ada saat untuk mengakhirinya (Pengkhotbah 3:1-8).
a.       Rekruitmen salah satu sarana untuk mendapatkan members, atau employees.
b.      Rekruitmen menuntut persyaratan-persyaratan yang jelas.
di media terkenal kompas d
Yesus melakukan rekruitmen dengan cara yang sangat tidak wajar menurut teori management, dan atau ilmu kepemimpinan modern. Misi penyelamatan dunia yang diterima-Nya dari Bapa-Nya, hanya berlangsung dalam waktu yang singkat, dan setelah itu ia harus kembali ke surga. Pertanyaannya siapakah yang akan melanjutkan misi itu di kemudian hari?
2.       Training


3.       Empowering  dan Delegating
John dan Dornan dalam buku “Becoming a Person of Influence” mengemukakan: “Ketika Anda menjadi seorang yang memperlengkapi, Anda bekerja dengan dan melalui orang lain, tetapi Anda berbuat jauh lebih banyak lagi. Anda memampukan orang lain mencapai tingkat tertinggi dalam perkembangan pribadi, dan profesional mereka.[xvi]
a.       Trusting,
Empowering dalam kepemimpinan tim melibatkan trusting. Setelah Yesus mentraining murid-murid-Nya selama tiga tahun pelayanan-Nya, selanjutnya Ia mendelegasikan tugas pemberitaan Injil kepada mereka.
b.      Authority. Pakar kepemimpinan Fred Smith memberikan jawaban untuk pertanyaan: “Siapa yang dapat memberikan izin untuk orang lain berhasil? Orang yang berotoritas.[xvii]




[i] Careneige, Dale, How to win friends and influence people, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1993), hal 6.
[ii] Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers, New York.
[iii] Stogdill, R.M., 1974, Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research, The Free Press, New York.
[iv] Stogdill, R.M., 1970, 'Personal factors associated with leadership: a survey of literature', in C.A. Gibb (ed.), Leadership: Selected Readings, Pinguin, Harmondsworth.
[v] Ibid.
[vi] Hoy, W.K. and Miskel, C.G., 1987, Educational Administration: Theory, Research and Practice, Third Edition, Random House, New York.
[vii] Halpin, A.W., 1966, Theory and Research in Administration, Macmillan, New York.
[viii] Blake, R.R. and Mouton, J.S., 1985, The Managerial Grid III, Gulf Publishing Company, Houston.
[ix] Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
[x] House, R.J., 1971, 'A path goal theory effectiveness', Administration Science Quarterly 16, 321-38.
[xi] Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.
[xii] Hater, J.J. and Bass, B., 1988, 'Supervisors' evaluations and and subordinates' perceptions of
transformational and transactional leadership', Journal of Applied Psychology 73, 695-702.
[xiii] Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks.
[xiv] Mayers, Rick, Esword, 2002. Henry, Matheus, Joh 13:1-17.  
[xv] Blanchard, Ken, & Hodges, Phil, Lead Like Jesus, (Tagerang: Visimedia, 2006), hal 16.
[xvi] Maxwell, John C., & Dornan, Jim, Becoming a Person of Influence, (Jakarta: Harvest Publishing House, 1987), hal. 184.
[xvii] Maxwell, John C., & Dornan, Jim, hal. 185.

Tidak ada komentar: