Kamis, 23 Agustus 2012

Kepemimpinan Yusuf Anak Yakub



PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah


Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Kepemimpinan dibutuhkan karena adanya keterbatasan dan kelebihan-kelebihan dalam diri manusia. Sejarah umat manusia memperlihatkan kepada kita tentang keberadaannya yang hidup berkelompok. Oleh karena itu, manusia sudah tidak asing dengan kepemimpinan. Kebutuhan akan kepemimpinan yang tepat pada zaman dan konteksnya semakin mendesak. Kepemimpinan yang demikian membutuhkan prasyarat-prasyarat yang khusus pula.
Kepemimpinan atau gaya memimpin seorang pemimpin merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia yang dipimpin. Kepemimpinan merupakan faktor penentu berhasil tidaknya tujuan-tujuan di dalam setiap komunitas.
John Maxwel mengutip pernyataan dari James C. Georges dari ParTraining Corporation. James mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan memperoleh pengikut.[i] Seorang pemimpin dituntut agar memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang agar mau mengakui kepemimpinannya.
John C. Maxwell mengutip hasil penelitian dari para sosiolog yang mengatakan : “bahkan yang paling tertutup akan mempengaruhi sepuluh ribu orang lainnya dalam masa hidupnya.”[ii] Artinya pada dasarnya, setiap orang dapat menjadi pemimpin. Apakah ia menjadi orang yang mempengaruhi orang lain ke arah yang lebih benar, dan atau ke arah yang tidak benar.
Berikut ini beberapa definisi tentang kepemimpinan, antara lain :
  1. A Leader is an individual who influences others to act toward a particular goal or end-state (Judith R. Gordon),[iii]
  2. Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals (Stephen P.Robbins),[iv]
  3. Managerial Leadership is a process of directing and influencing the task-related activities of group (Ralph M. Stogdill).[v]
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, ternyata kepemimpinan tidak muncul secara kebetulan, dan atau dengan cara instan. Kepemimpinan setiap orang dibentuk oleh berbagai aspek di masa lalunya, termasuk aspek-aspek natural, dan juga supranatural. Kepemimpinan sebagai satu keahlian dapat bertumbuh dari pengetahuan yang di dapat seumur hidup manusia. Leksana TH, seorang Managing Partner, Strategic Solution Center, mengemukakan :
Knowledge bisa diartikan sebagai pengetahuanyang kita peroleh karena masuknya informasi ke otak kita. Pengetahuan dapat disimpan sebagai memori. Secara garis  besar ada dua jenis knowledge  yaitu pengetahuan fakta – berupa informasi yang kita terima sebagai kenyataan, dan pengetahuan eksperimental – yaitu pemahaman yang kita peroleh berasal dari pengalaman kita. Knowledge is Power when it is turned into action that produce result.[vi]

Kepemimpinan sebagai satu pengetahuan dapat menjadi kepemimpinan yang nyata apabila setiap orang mengaktualisasikan dalam satu tindakan memimpin. Kemampuan ini menolong setiap orang untuk menjadikan dirinya terpimpin dan sekaligus memimpin. Artinya, bahwa setiap orang harus mampu untuk memimpin dirinya terlebih dahulu dalam bidang-bidang tertentu, barulah dia dapat memimpin orang lain kepada tujuan yang diharapkannya di lakukan oleh orang-orang di sekitarnya.
Dalam makalah ini, penulis mencoba mengangkat kepemimpinan dalam diri tokoh Yusuf. Tokoh ini adalah seorang tokoh yang pertama-tama dicatat oleh Alkitab, kemudian tercatat dalam catatan sejarah dunia (menurut catatan di lembar papirus kuno yang tersimpan di Museum Brooklyn[vii]), dan juga dicatat dalam kitab Qur'an dalam surat Yusuf. Adanya catatan-catatan tentang tokoh ini ditinjau dari fakta-fakta itu, membuatnya menarik untuk diteliti. Tokoh ini merupakan satu tokoh yang unik, dia bukan hanya dikagumi oleh orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang beragama lain. Tokoh ini begitu banyak dibicarakan, karena kisah hidupnya yang dramatis dan penuh dengan nilai-nilai moral dan etika.
Yusuf terlahir dari pasangan yang saling mencintai, yakni Yakub dan Rahel. Yusuf lahir sebagai satu jawaban atas pergumulan yang cukup lama. Yusuf merupakan anak laki-laki ke sebelas bagi Yakub ayahnya (Kej 30:24; 35:24). Yakub sangat mengasihi dia melebihi saudara-saudaranya (Kej 37: 3; 33: 2, 7). Namun, perlakuan istimewa yang diterimanya dari Yakub ayahnya, tidak membuatnya menjadi seorang pribadi yang malas. Yusuf sebagai seorang anak dalam asuhan orang tuanya menjalankan kewajiban sebagai seorang anak, seperti saudara-saudaranya.
TUHAN membentuknya dengan cara-Nya sendiri. Pembentukan TUHAN ini dapat dilihat dari beberapa persfektif, antara lain:
1.      Dari sisi kasih dan penerimaan. Yusuf mendapatkannya dari ayahnya. Alkitab berkata bahwa Yakub ayahnya sangat mengasihinya. Hasil dari pembentukan ini membuatnya menjadi seorang yang lembut hati, penuh kasih, dan pengampun, serta mengakar dengan kokoh pada pokok-pokok iman yang benar.
2.      Dari sisi kehidupan praktis di lingkungan yang keras. Pembentukan ini di dapatkannya dari sikap dan tindakan saudara-saudaranya yang cukup keras kepadanya, bahkan cenderung brutal. Pembentukan ini masih berlangsung ketika ia ada di Mesir; di rumah potifar, dan juga di dalam rumah tahan raja. Hasil dari pembentukan ini membuatnya menjadi seorang yang siap untuk menghadapi dunia nyata. Hal ini jelas terlihat ketika TUHAN menempatkannya di Mesir, Yusuf tetap hidup sebagai Yusuf yg takut akan TUHAN.
Setelah menjalani kedua proses itu, Yusuf masih tetap dibentuk oleh TUHAN. Pembentukan itu benar-benar bermanfaat baginya. Kisah hidup Yusuf diakhiri dengan perwujudan mimpinya sewaktu masih muda. Ia menjadi seorang pemimpin dan sekaligus penyelamat bagi bangsa Mesir, dan khususnya bagi bangsanya sendiri.


Batasan masalah

Mengingat kisah hidup tokoh Yusuf mengandung banyak topik, maka dalam makalah ini penulis membatasi pokok masalah pada akronim "LEADER dalam diri Yusuf."


Metode Penelitian

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang akronim "LEADER dalam diri Yusuf." Untuk memperlengkapi data-datanya, penulis mengumpulkan data-data teks dari dua sumber :
1.         Sumber utama, yaitu dari Alkitab. Alkitab memuat rahasia-rahasia khusus yang memampukan Yusuf menjadi seorang pemimpin dan penyelamat.
2.         Beberapa sumber sekunder lainnya, yaitu dari buku-buku yang membahas tentang Yusuf, dan maupun buku-buku yang membahas tentang komponen-komponen "LEADER", juga dari browsing ke beberapa webside.



Sistematika Penulisan

Dalam rangka mencapai tujuan penulisan makalah ini, penulis menuliskannya sebagai berikut ini :
Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul "LEADER di dalam diri Yusuf." Dalam bab ini, penulis juga menerangkan batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II menjelaskan tentang huruf demi huruf dalam kata “LEADER”
1.      "L" dari Leader, yaitu Yusuf sebagai “Learner.” Dalam bab ini, penulis menyoroti pribadi tokoh Yusuf sebagai seorang "learner" dari tiga sisi, yaitu : tempat dan waktu belajar, kemampuan belajarnya dan hasil pembelajaran tersebut.
2.      "E" dari "LEADER" yaitu Yusuf sebagai seorang yang  exelent.” Dalam bab ini, penulis menyoroti pribadi tokoh Yusuf sebagai seorang yang "ekselen." Ekselensi ini terlihat dalam cara serta sikapnya melewati hari-hari kehidupannya. Sekali pun ia dapat menghindar dari tuntutan-tuntutan yang diharuskan dalam kehidupannya, namun ia senantiasa memberikan yang terbaik, melebihi dari yang dapat diberikan oleh orang-orang di sekitarnya.
3.      "A" dari "LEADER" yaitu “Attitude.” Dalam bab ini, penulis menyoroti pribadi tokoh Yusuf sebagai seorang yang memiliki "atitude." Untuk menjelaskan "atitude"ini, penulis membaginya menjadi tiga sub bab, antara lain: Masalah-masalah Yusuf, Respons Yusuf terhadap masalah, dan atitude Yusuf versus realita.
4.      D" dari "LEADER" yaitu “dreamer” Dalam bab ini, penulis menyoroti pribadi tokoh Yusuf sebagai seorang "dreamer." Seorang pemimpin dikenal karena ia merupakan seorang "dreamer."  Tanpa "dream" seorang pemimpin hanyalah "pemimpin posisi," dan bukan "pemimpin sejati." Yusuf dikenal sebagai "a good dreamer" and "a good translate dream."
5.      "E" dari "LEADER." Dalam bab ini, penulis menyoroti pribadi tokoh Yusuf sebagai seorang "encourger." Bagaimanakah Yusuf mempengaruhi orang-orang di sekitarnya? Dan bagaimana dampak dari "encorage" yang diberikannya kepada setiap orang?
Bab III merupakan kesimpulan dari semua komponen "LEADER" dalam diri Yusuf dan aplikasinya dalam kepemimpinan masa kini.






Bab II.
UNSUR LEADER DI DALAM YUSUF

2.1. Yusuf Sebagai Learner

Setiap zaman dalam kehidupan manusia memiliki masalahnya sendiri. Masalah-masalah itu dapat terjadi dalam seluruh bidang kehidupannya. Semua masalah ini merupakan alat yang efektif di tangan TUHAN untuk membentuk setiap orang menjadi seperti yang Dia inginkan bagi orang tersebut. Dalam proses pembentukan itu, TUHAN kerap kali mempergunakan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Karena dalam setiap perkara tersebut, sebenarnya TUHAN sedang mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang penting. Setiap pelajaran tersebut berguna untuk memperlengkapi calon pemimpin tersebut di masa depan. Peter M. Senge mengemukakan “Pembelajaran yang paling kuat berasal dari pengalaman langsung.”[viii]
Yusuf  salah satu tokoh pemimpin yang dipersiapkan TUHAN. Dalam proses persiapannya, TUHAN mengajarnya di tiga lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya. Pertama Yusuf  belajar di tengah-tengah keluarganya, kedua ia belajar di lingkungan rumah Potifar, dan ketiga ia belajar di dalam penjara. Nilai-nilai apa saja yang dipelajari oleh Yusuf di ketiga tempat tersebut:

A. Yusuf Di Bawah Asuhan Yakub.
Keluarga merupakan lembaga pertama yang dibuat oleh TUHAN. Keluarga tersebut terdiri dari Adam dan Hawa. Tuhan menempatkan mereka di muka bumi ini untuk menggenapi tujuan-Nya, yaitu untuk beranak cucu dan untuk mengusahakan bumi (Kej 1: 27-28). Oleh karena itu, TUHAN membentuk keluarga itu pertama-tama terdiri dari Ayah, Ibu, dan kemudian TUHAN membuatnya beregenerasi sehingga ada anak-anak di dalamnya. Dalam kehidupan keluarga orang yang takut akan Allah, anak merupakan berkat Tuhan yang harus di rawat, dipelihara, dan dicukupi segala kebutuhannya.
Yusuf tokoh utama dalam makalah ini pertama-tama lahir, di besarkan, dan belajar tentang nilai-nilai penting untuk kehidupannya di masa yang akan datang dimulai dari keluarganya. Nama ayahnya adalah Yakub. Yakub ayahnya beristerikan dua orang, yaitu Lea dan Rahel. Sebelum kelahirannya, telah lahir sepuluh orang anak dalam keluarga ayahnya. Jadi Yusuf  adalah anak kesebelas dari dua belas saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan. Ia lahir sebagai satu jawaban atas pergumulan hebat dari ibunya di hadapan TUHAN dan manusia (Kej 30 : 1 - 24). 
Pelajaran apa saja yang dipelajari oleh Yusuf  selama ia berada di antara keluarganya?

1.      Kasih dan Penghargaan
Alkitab tidak menjelaskan berapa lama Rahel ibunya hidup untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada Yusuf. Namun menurut catatan Alkitab, Yusuf lahir dari seorang ibu yang sangat dikasihi oleh Yakub ayahnya. Setelah ibunya meninggal dunia, ia di asuh oleh ayahnya dengan penuh kasih. Penulis kitab Kejadian mencatat, ayahnya Yakub sangat mengasihinya melebihi saudara-saudaranya yang lain. Kata “mengasihi” dalam nats ini, dalam bahasa aslinya disebut sebagai “'akhab” yaitu satu bentuk ungkapan kasih sayang seorang ayah kepada anaknya[ix] (bnd. Kej 37: 3-4). 
Kasih sayang Yakub terhadap Yusuf adalah kasih yang bersadar karena alasan terntentu, pertama-tama karena ia adalah anak yang terlahir baginya dari Rahel di masa tuanya, dan ke dua karena Yusuf seorang yang berperilaku lebih baik di bandingkan dengan saudara-saudaranya. Kasih Yakub kepada Yusuf  terwujud nyata dalam bentuk kasih yang disertai dengan penerimaan dan penghargaan.
Penerimaan yang diberikan Yakub terhadap Yusuf terlihat dalam tindakannya untuk menerima segala keberadaan Yusuf sebagai seorang manusia yang utuh. Sekali pun Yusuf memiliki keterbasan, Yakub ayahnya tetap mengasihinya. Penghargaan yang berwujud nyata dalam bentuk pemberian itu sangat penting dalam kehidupan setiap anak. Yusuf sebagai anak yang telah bertindak benar, hidup jujur, dan tidak ikut dalam perbuatan jahat saudara-saudaranya menerima penghargaan dari Yakub berupa hadiah jubah maha Indah.
Sebagai seorang anak manusia, Yusuf tidak jauh berbeda dengan anak manusia lainnya di muka bumi ini. Ia pun kadang kala ingin di sanjung. Alkitab menyatakan kepada pembacanya bahwa Yusuf suka memamerkan jubah maha indah pemberian ayahnya itu kepada saudara-saudaranya.
Kasih dan penghargaan yang diterimanya dari Yakub memberikan dampak bagi dirinya. Kasih dan penghargaan mengubah Yusuf menjadi seorang yang penuh kasih di masa depan. Sekali pun ia mengalami tindakan-tindakan yang tidak layak dari banyak orang, ia tetap dapat menunjukkan kasih kepada mereka.


2.      Tanggung Jawab Terhadap Tugas-tugasnya
Alkitab menyatakan bahwa Yusuf adalah anak yang dikasihi oleh Yakub melebihi anak-anaknya yang lain.  Perlakuan khusus ayahnya kepada dirinya tidak membuat Yusuf menjadi seorang yang manja, dan pemalas. Yusuf  tidak memilih-milih pekerjaan. Apa pun tugas yang dibebankan oleh Yakub kepadanya, ia siap untuk melaksanakannya. Penulis kitab Kejadian mencatatkan; ketika Yusuf berusia tujuh belas tahun, ia suka untuk mengembalakan domba-domba ayahnya bersama dengan saudara-saudaranya (Kej 37:2).
Yusuf terlatih menjadi seorang yang bertanggung jawab atas tugas yang diterimanya. Ia tidak pernah menyerah sekali pun ia mengetahui akan adanya rintangan besar di depannya. Penulis kitab Kejadian menuliskan; suatu waktu pergilah saudara-saudaranya mengembalakan kambing domba ayah mereka ke Sikhem. Kemudian Yakub menyuruhnya pergi mencari tahu tentang keadaan  saudara-saudaranya itu. Menurut catatan Alkitab, Yakub menyuruhnya untuk menemui mereka dengan menempuh perjalanan dari lembah Hebron ke Sikhem (Kej 37:12-17).
Berdasarkan data yang diberikan oleh Alkitab terbitan LAI, jarak antara Hebron dengan Skihem apabila ditarik garis lurus adalah sekitar ±100 km. Daerah tanah Kanaan terkenal dengan daerahnya yang berbukit-bukit terjal, dan di sepanjang perjalanan yang berbukit-bukit itu hidup binatang-binatang buas yang siap menghadangnya. Pada waktu Yusuf tiba di Sikhem, ia tidak menemui mereka di situ. Yusuf berusaha mencari mereka ke sumua tempat penggembalaan yang ada di Sikhem, tetapi ia tidak juga menemukan mereka. Yusuf memang tidak menemui mereka di situ, tetapi ia tetap berusaha untuk mencari mereka. Alkitab mencatat, Yusuf  berjalan ke sana ke mari di padang, dan ia bertemu dengan seorang laki-laki. Mungkin karena laki-laki tersebut melihatnya begitu sibuk mencari-cari sesuatu dengan mimik wajah yang dipenuhi kecemasan, lalu orang itu menanyakan kepada Yusuf: “Apakah yang kau cari?” Yusuf tidak menyia-yiakan kesempatan yang ada. Ia segera mencari tahu kepada orang itu, kemana kira-kira saudara-saudaranya pergi menggembalakan kambing domba mereka. Dari hasil pencariannya itu, ia mendengar bahwa saudara-saudaranya telah pindah ke tempat penggembalaan di Dotan.
John J. Davis menolong penulis untuk menemukan data-data tentang daerah dotan ini. Menurut John, Dotan adalah berada di antara Sikhem dan Samaria. Jarak antara Samaria dengan Dotan kira-kira 12 mil di bagian Utara Samaria. 12 mil adalah setara dengan 19,1 km ke utara Samaria. Samaria berada di di bagian utara Sikhem. Jarak antara Sikhem dengan Samaria adalah sekitar 1,08 km. Ini berarti bahwa Yusuf harus menempuh jarak jarak kira-kira 20 km lagi. Pekerjaan Yusuf yang sangat berat ini menuntut satu kemauan yang keras. Apakah Yusuf menyerah? Jawabannya adalah tidak. Berdasarkan catatan Alkitab, ternyata Yusuf tetap semangat untuk mencari saudara-saudaranya sesuai dengan perintah ayah mereka kepadanya.
Di bagian sebelumnya, Alkitab mencatat bahwa saudara-saudaranya saudara-saudaranya membencinya. Kebencian saudara-saudaranya itu jelas terlihat dalam sikap dan perilaku saudara-saudaranya yang selalu menyapanya dengan tidak ramah (Kej 37:4). Kebencian mereka itu semakin nyata ketika Yusuf mendapatkan mimpi tentang menyabit gandum di ladang. Dimana Yusuf menceritakan bahwa berkas-berkas gandum yang disabit saudara-saudaranya itu ternyata bersembah sujud kepada berkas-berkas gandum yang disabitnya. Alkitab menegaskan bahwa kebencian saudara-saudaranya itu tidak berhenti sampai di situ. Beberapa waktu setelah mimpi yang pertama itu, ternyata Yusuf kembali bermimpi. Dan di dalam mimpinya ia melihat bahwa ada bulan, Matahari dan sebelas bintang,  sujud kepadanya. 
Berdasarkan catatan-catatan Alkitab tersebut, nyata bagi pembaca bahwa kebencian mereka bukanlah kebencian yang biasa-biasa kepada Yusuf. Keadaan itu tidak menjadi alasan bagi Yusuf untuk tidak melakukan tugas yang dibebankan ayah mereka kepada dirinya. Dalam hal ini, Yusuf juga belajar tentang ketaatan sebagai bagian dari wujud rasa tanggung jawabnya untuk melakukan tugas yang dipercayakannya kepada dirinya.


3.      Optimisme dan sifat pantang menyerah.

Dari kisah pencarian Yusuf atas saudara-saudaranya ini tersirat satu proses pembelajaran untuk tetap optimis menjalani hidup. Sekali pun berat tantangan dan rintangan yang harus di lalui, ia tetap optimis. Optimisme adalah satu modal untuk dapat bertahan hidup. Optimisme adalah satu tekat yang lahir dari dalam diri setiap orang. Dengan sifat optimis setiap orang dapat menaruh harapan baik untuk mengakhiri satu pertandingan dengan optimal.
Optimisme merupakan lawan kata dari pesimisme. Orang yang optimis memiliki sudut pandang yang berbeda dengan orang yang pesimis. Orang yang pesimis senantiasa melihat segala sesuatu dari sudut pandang positif. Artinya bahwa ia seantiasa melihat peluang-peluang yang masih ada di balik setiap masalah. Orang yang optimis ini cenderung dapat di andalkan menjadi seorang pemimpin di masa depan. Berbeda dengan orang pesimis. Orang pesimis biasanya memandang masalah sebagai sesuatu yang harus dihindari, dan ia cenderung mudah menyerah apabila diperhadapkan dengan masalah.


4.      Disiplin.

Disiplin adalah satu bagian dari pembelajaran. Disiplin berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata “disciple” yang artinya menjadi murid.[x] Selama Yusuf berada di dalam asuhan Yakub ayahnya, ia juga menerima teguran sebagai bentuk dari pendisiplinan yang ditetapkan ayahnya baginya. Alkitab mencatatkan, ketika ia menceritakan mimpinya dengan bersemangat di hadapan Ayah dan ibunya, serta saudara-saudaranya, ia ditegor oleh Yakub.
Dalam peristiwa ini seolah-olah tidak ada yang salah. Karena Yusuf sendiri sebenarnya tidak sengaja untuk mengatakan itu untuk meninggikan dirinya, ini adalah wujud kepolosannya. Namun, dari hasil perenungan penulis terhadap kisah ini, penulis menemukan bahwa Yakub ingin agar Yusuf  berhati-hati dalam menyampaikan berita yang diketahuinya. Sekali pun berita itu benar merupakan satu pernyataan Ilahi ke depan, namun sikap hormat harus tetap menyertai penyampaian itu.

5.      Pengenalan akan TUHAN, dan bagaimana mengaktualisasikannya dalam kehidupan praktis.

Alkitab mencatat bahwa Ayah Yusuf adalah seorang yang memiliki pengenalan yang baik akan TUHAN Allahnya. Hal ini tersirat dalam catatan-catatan berikut ini:
a.      Kejadian 32: 1-2; 22-30. Dalam peristiwa ini diceritakan bahwa Yakub ayahnya bertemu dengan malaikat. Pertemuan pertama yang dikisahkan dalam ayat 1 dan 2 tidak di catat bahwa Yakub ayahnya menahan malaikat tersebut dan juga tidak menyuruh  malaikat itu untuk memberkatinya, karena Yakub ayahnya mengenali mereka sebagai malaikat sungguhan. Namun berbeda dengan kisah pertemuannya dengan malaikat di ayat 22-30, kali ini ia tidak memngijinkan malaikat itu pergi meninggalkannya sebelum malaikat tersebut memberikan berkat ke atasnya. Hal ini disebabkan karena Yakub ayahnya mengenal malaikat itu sebagai Allah yang menyamar sebagai malaikat (theofani).
b.      Yakub suka memberikan persembahan kepada TUHAN Allah Israel (Kej 33:18-20; 35: 1)
c.       Yakub taat kepada TUHAN Allah (Kej 35:1-15).
Di sini penulis kitab ini dengan jelas mencatatkan : “Allah berfirman kepada Yakub: “Bersiaplah, pergilah ke Betel, dan buatlah di situ mezbah bagi Allah, yang menampakkan diri kepadamu, ketika engkau lari dari Esau, kakakmu” (Kej 35:1).
Satu pelajaran yang menarik adalah nats ini menjelaskan bahwa Yakub tidak pergi sendiri, tetapi ia dan semua keluarganya (termasuk Yusuf) turut serta beribadah dengan mempersembahkan korban kepada TUHAN Allah (Kej 35: 2). Sebagai wujud ketaatan itu, Yakub menekankan kepada semua anggota keluarganya agar mereka hanya menyembah kepada Allah, dan tidak kepada dewa-dewa asing.

  1. Hidup Jujur dan tidak takut memperkatakan kebenaran, serta melindungi yang lemah.

Pada pasal yang ke 37 : 2 penulis kitab ini menceritakan sikap Yusuf ketika melihat kejahatan saudara-saudaranya.  Yusuf tidak menutup-nutupi kejahatan saudara-saudaranya itu. Pada waktu ia dan saudara-saudaranya itu pulang dari menggembalakan kambing domba ayah mereka, ia menyampaikan kepada ayah mereka perihal kejahatan yang telah dilakukan saudara-saudaranya itu.
Dalam nats aslinya, perbuatan jahat dari saudara-saudaranya itu adalah “raah” yaitu satu bentuk perbuatan jahat yang bersifat alamiah, dan juga bersifat moral.[xi] Menurut penulis, kemungkinan saudara-saudara Yusuf tersebut melakukan kejahatan-kejahatan berikut ini : mencuri milik orang lain, merusak milik orang lain, dan sebagainya. Dalam perbuatan jahat saudara-saudaranya itu, ada kemungkinan bahwa Yusuf pun diajak oleh saudara-saudaranya untuk ikut melakukannya. Melihat Yusuf tidak juga menuruti ajakan mereka, ada kemungkinan mereka menyakiti Yusuf juga.
Sifat jujur dan keterus terangan Yusuf dipertegas oleh catatan kitab ini di nats-nats berikutnya, khususnya ketika ia hendak menceritakan mimpi-mimpinya. Berdasarkan catatan-catatan tersebut, jelaslah bahwa Yusuf tidak kompromi atas kejahatan saudara-saudaranya itu. Akibat dari tindakannya ini, Yakub ayahnya semakin mengasihinya, tetapi ia dibenci saudara-saudaranya. Pelajaran yang dipetiknya dari peristiwa ini adalah bahwa sikap jujur dan benar berbuahkan kasih dan perlindungan dari Ayahnya.
Ted ward mengemukakan dalam keluarga kita mengalami pengalaman-pengalaman dan belajar banyak tentang nilai-nilai yang paling penting.[xii] Pengalaman-pengalaman Yusuf selama berada di dalam asuhan orang tuanya menolongnya menjalani kehidupannya. Dimana pun Yusuf berada, ia tetap hidup berdasarkan nilai-nilai tersebut.

B. Yusuf di Rumah Potifar Sebagai Budak.

Setelah melewati masa-masa pembelajaran di bawah asuhan ayahnya, TUHAN membawanya ke satu tempat yang jauh dari rumah ayahnya. Di tempat itu Yusuf diajar untuk mempraktekkan nilai-nilai yang di dapatkannya selama berada di bawah asuhan ayahnya.
Pada tahap pembelajaran yang ke dua ini, TUHAN membawanya masuk kepada satu situasi yang benar-benar berbeda dengan situasi di lingkungan rumah ayahnya. Ada perbedaan yang sangat signifikan yang harus alami oleh Yusuf. Perbedaan itu dapat dibuat dalam satu tabel di bawah ini:

Yusuf di rumah Ayahnya
Yusuf di Rumah Potifar
·    Status sebagai anak dan sekaligus sebagai orang merdeka
·    Bekerja sesuai dengan batasan yang normal.
·    Dihargai dan dikasihi
·    Status sebagai budak, dan
·    Harus bekerja siang dan malam
·    Diperlakukan sesuka hati tuannya

Perpindahan ke Tanah Mesir ini dilatar belakangi oleh kebencian dari saudara-saudaranya. Kebencian itu semakin hari menguasai hati dan pikiran saudara-saudaranya. Akibatnya, ketika Yusuf menemui mereka di padang rumput Dotan, mereka bersepakat untuk membunuhnya. Dan di dalam peristiwa itu, Allah menyelamatkan Yusuf dari rencana jahat saudara-saudaranya dengan memakai kakaknya Ruben. Pada akhirnya Yusuf dijual sebagai budak kepada kafilah Midian (Kej 37:25-28). Melalui kafilah inilah Potifar membeli Yusuf dan mempekerjakannya sebagai budak di rumahnya (Kej 39).

1.      Belajar kerendahan hati
Kerendahan hati merupakan modal penting bagi setiap pemimpin. Kerendahan hati seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan bukan berarti tanpa wibawa, dan atau otoritas. Ada satu kisah menarik dari kehidupan seorang Abraham Lincoln. Sebelum ia menjabat sebagai seorang presiden, ia aktif di kemiliteran. Suatu waktu, ketika mereka sedang dalam perjalanan ke medan pertempuran, ia menyamar sebagai orang biasa, dan melewati kelompok pembawa perbekalan. Pada waktu itu, pemimpin peleton perbekalan memberikan aba-aba kepada anggotanya mendorong gerobak yang sedang terperosok ke dalam lubang. Melihat masalah itu, Abraham segera menghapiri regu tersebut, dan kemudian memberikan instruksi dan bantuan tenaga untuk mendorong gerobak tersebut. Setelah itu ia membuka penyamarannya. Melihat tindakan Abraham yang memimpin dengan tindakan yang nyata, pemimpin pasukan malu. Mengapa? Karena Abraham Lincoln adalah atasannya.
Kerendahan hati seorang pemimpin menolongnya menjadi seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin yang demikian bukan hanya memberikan aba-aba, tetapi juga turut terlibat dalam memberikan jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya. Inilah yang disebut sebagai pemimpin hamba.
TUHAN mempersiapkan Yusuf menjadi seorang pemimpin hamba. Oleh karena itu TUHAN menuntunnya ke Mesir. Di sini Yusuf menjadi seorang budak. Perubahan status ini menyebabkan banyak perubahan dalam hidup Yusuf. Pada waktu ia masih berada di bawah asuhan ayahnya, ia dapat saja menugaskan budak ayahnya untuk mengerjakan pekerjaan terntentu. Di rumah Potifar, ia tidak mempunyai hak untuk menolak dan menghibahkan tugas tertentu kepada orang lain. Sekarang ia bekerja atas kehendak dan untuk tujuan orang lain yang telah membelinya. Ini tidak mudah, harus belajar melepaskan haknya untuk menuntut dan memerintah.

2.      Belajar untuk bergantung kepada providensia Allah.
Perpindahan Yusuf ke rumah Potifar sebagai seorang budak menyebabkan ia harus belajar bergantung pada providensia Allah. Status sebagai seorang budak belian dapat diartikan bahwa ia sudah tidak mungkin mendapatkan pertolongan dari pihak mana pun. Ia harus bekerja sepenuh waktu sesuai dengan kehendak tuannya, dan sebagai budak belian ia tidak mempunyai hak untuk menolak atas permintaan tuannya (band. Kej 16:2-3; 30: 3-13). Namun menurut catatan Kitab Kejadian 39, TUHAN Allah memeliharakan dengan memberikan keberhasilan kepadanya, dan mengangkatnya menjadi orang kepercayaan Potifar tuannya itu.

3.      Belajar bekerja dengan tanggung jawab yang lebih besar
Di rumah ini, Yusuf bekerja sebagaimana layaknya seorang budak. Yusuf disertai Tuhan sehingga segala sesuatu yang dikerjakannya berhasil. Potifar tuannya itu melihat bahwa keberhasilan Yusuf adalah sebagai dampak penyertaan TUHAN Allah yang Yusuf sembah (Kej 39:2). Karena itu Potifar sangat mengasihi dia, sehingga ia diperkenankan melayani tuannya itu. Kepercayaan Potifar semakin bertambah-tambah atasnya, dan menyerahkan segala miliknya pada kekuasaan Yusuf.
Apakah Yusuf menjadi seorang yang besar kepala? Berdasarkan fakta-fakta yang dicatat dalam Alkitab, Yusuf tidak berubah. Yusuf tetap hidup dalam takut akan TUHAN. Yusuf senantiasa bergantung sepenuhnya kepada TUHAN. Hasilnya, TUHAN memberkati segala milik Potifar.

4.      Belajar untuk bekerja pada batas-batas tanggung jawabnya.
Ada pepatah yang berbunyi demikian: “Semakin tinggi satu pohon, semakin besar angin yang menggoncangnya.” Ciputra mengemukakan “semakin tinggi bagunan, perlu pondasi yang makin dalam.”[xiii] Pada awal kehidupan Yusuf di rumah Potifar, ia hanyalah budah biasa. Namun seiring dengan perjalanan waktu ia mengalami peningkatan dari seorang budak biasa menjadi seorang kepercayaan dan tinggal di rumah Potifar. Hari demi hari di menjalankan tugas tanggung jawabnya dengan baik. Ketenangan bekerja sebagai orang kepercayaan di rumah tuannya mulai berubah. Isteri tuannya yang melihat parasnya yang manis dan elok jatuh hati kepadanya. Isteri tuannya itu menggodanya, serta memintanya untuk tidur bersama serta bersetubuh.
Menanggapi ajakan isteri tuannya itu, Yusuf mengatakan: “Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya” Yusuf tahu artinya bekerja pada batas-batas tanggung jawabnya.
             
5.      Belajar untuk tetap hidup dalam takut akan Allah. 
Pada waktu isteri tuannya menggoda Yusuf berkali-kali, Alkitab mencatat tanggapan Yusuf terhadap godaan yang dilancarkan oleh isteri tuannya itu. Tuhan Allah mengijinkannya masuk dalam situasi yang memaksanya untuk membuat satu pilihan. Yusuf memilih untuk tidak megurus hal-hal yang diluar kendalinya (Kej 39: 8-9a). Ia tidak mempergunakan kesempatan yang ada untuk kepentingannya sendiri sekali pun ia dapat saja memanfaatkan kesempatan yang ada itu. Alkitab menegaskan bahwa isteri tuannya mengodanya hari demi hari. Dan penegasan Alkitab tentang kemungkinan bagi Yusuf untuk mengikuti keinginan isteri tuannya besar peluangnya (Kej 39: 11). Ia lebih memilih untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kebenaran tentang takut akan TUHAN dalam satu sikap yang teguh untuk menghormati TUHAN (Kej 39:11-20).  Yusuf lebih memilih menerima hukuman pisik (dipenjarakan) daripada ia harus melakukan kejahatan di mata Tuhan.
Ken Blanchard dan Phil Hodges mengemukakan : “Agar berhasil mengatasi godaan berupa menjalani kepemimpinan yang melayani diri sendiri, setiap hari Anda harus menaruh EGO-mu di altar dan memuji Allah saja.”[xiv] Dalam pembelajaran di rumah Potifar ini, Yusuf berhasil menjadi pribadi yang berpusat pada kehendak Allah, dan bukan pada diri sendiri.


C. Yusuf Di Penjara Tahanan Raja.

Yusuf telah melewati masa-masa pembelajaran di dua tempat yang berbeda.  Setelah itu, TUHAN Allah membawanya ke dalam penjara, bukan karena kesalahan yang diperbuatnya.
Penahanan Yusuf di penjara tahanan-tahanan raja ini merupakan peristiwa yang unik. Setelah Yusuf ditahan di penjara raja tersebut, penulis kitab ini melanjutkan isinya dengan peristiwa penahanan juru minuman dan juru roti raja Firaun. Alkitab mencatat setelah keduanya di tahan bersama dengan Yusuf, kemudian mereka mendapatkan mimpi, dan mimpi itu sangat mengganggu pikiran mereka. Akibatnya, mereka menjadi sangat gusar. Kemudian Yusuf  menafsirkan mimpi keduanya, dan berdasarkan arti mimpi itu, terjadilah demikian kepada mereka berdua. Juru minuman raja dikembalikan ke posisinya semula, dan juru roti raja digantung di tiang gantungan.
Pada tahap pembelajaran di penjara ini TUHAN mengajarkan beberapa nilai kehidupan kepadanya, anatar lain :
1.      Tuhan mengajarkan agar ia menjadi seorang yang peka akan kebutuhan orang-orang di sekitarnya (Kej 40 : 6-7). Seorang pemimpin yang baik, pada hakikatnya selalu dituntut untuk mengetahui atau menebak kebutuhan (need), keinginan (want) dan harapan (expectation) orang yang ada di wilayah kepemimpinannya. Dengan demikian ia dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Yusuf  peka terhadap kebutuhan kedua pegawai istana raja tersebut. Dalam kasus ini, Yusuf  belajar untuk memperkatakan perihal TUHAN Allah yang adalah sumber hikmat dan pengetahuan (40: 8).
2.      Tuhan mengajarkannya untuk bersabar menantikan waktu yang paling tepat untuk mengalami janji-janji TUHAN. Fakta menyatakan bahwa setelah juru minuman Raja kembali ke posisinya, Yusuf berpesan kepada juru minuman raja agar meingingatnya (Kej 40:14). Namun fakta berbicara lain, ia dilupakan untuk beberapa waktu lamanya (band. Kej 40: 20-23; 41: 1-13). Menjadi seorang pemimpin yang efektif membutuhkan pembentukan dalam berbagai bidang kehidupannya. Pembentukan itu mau dan atau tidak mau haruslah dilewati setiap orang.


2.2. Ekselensi Yusuf

Beberapa artikel dan bahan-bahan tentang kempemimpinan mencatat bahwa  ekselensi seorang pemimpin itu perlu diperhatikan. Seorang pemimpin yang ekselen tidak akan pernah menyerah dalam menghadapi setiap tantangan. Pemimpin yang ekselen tahu mengerjakan setiap tugas dan tanggung jawabnya dengan sangat baik. Pemimpin yang ekselen melihat setiap tantangan sebagai satu peluang untuk mengalami terobosan.
Pemimpin yang ekselen adalah pemimpin yang memutuskan untuk memanfaatkan ekselensi yang TUHAN anugerahkan kepada dirinya.  Artinya, pada dasarnya setiap orang diberikan anugerah menjadi pribadi yang ekselen. Menjadi permasalahannya adalah banyak sekali orang tidak menyadari anugerah yang satu ini. Fakta membuktikan banyak orang yang hidup di luar kriteria seorang pribadi yang ekselen. Dengan demikian, seorang pemimpin dapat menjadi pribadi yang ekselen apabila ia memutuskan untuk memanfaatkan ekselensi tersebut.
Berdasarkan catatan-catatan Alkitab tentang Yusuf, ia adalah pribadi ekselen. Berikut ini adalah data-data yang dicatatkan oleh Alkitab tentang ekselensinya:
  1. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Yakub.
Yusuf membuktikan ekselensinya dalam setiap tanggung jawab yang dibebankan Yakub kepadanya. Ketika ia menggembalakan kambing domba bersama dengan saudara-saudaranya, ia tidak ikut terlibat dalam kejahatan saudara-saudaranya. Ekselensi Yusuf ini juga terlihat dalam tugas pencarian saudara-saudaranya ke Sikhem. Pada waktu ia tidak menemukan mereka di seluruh daerah Sikhem, ia tidak menyerah, tetapi ia berusaha untuk mencari tahu kepada orang-orang perihal saudara-saudaranya. Pencarian itu berakhir dengan pencarian ke daerah Dotan. Di Dotan ini ia ditangkap oleh saudara-saudaranya dan dibuang ke dalam sumur kering, serta di jual ke Mesir sebagai budak.
Bagi penulis, ekselensi Yusuf bukan hanya berbicara tentang kemampuannya untuk melakukan tugas tanggung jawabnya dengan sangat baik, tetapi juga berbicara tentang kemampuannya untuk melakukan setiap tugas dengan cara yang benar berdasarkan kebenaran TUHAN. Yusuf berhasil dalam melaksanakan kebenaran, dimulai dari lingkungan terkecilnya, yaitu keluarganya, kemudian di lingkungan luar rumahnya (rumah Potifar), di lingkungan penjara, dan kemudian dalam lingkungan kenegaraan. Yusuf di kenal sebagai seorang yang ekselen dan smart karena TUHAN. Yusuf dapat membuktikan TUHAN-lah sumber dari hikmat dan pengetahuan yang dimilikinya selama hidupnya.

  1. Melaksanakan tugas sebagai budak di rumah Potifar.
Yusuf dapat menunjukkan kepada Potifar bahwa penyertaan Tuhanlah yang membuatnya berhasil. Yusuf menunjukkan ekselensinya dalam banyak perkara, sehingga ia menjadi orang kepercayaan dan penguasa atas rumah tuannya.
Yusuf juga menunjukkan ekselensinya dalam bentuk keberaniannya untuk mengerjakan pekerjaan yang ada dalam batasan tanggung jawabnya. Ini terlihat dalam keberaniannya menolak permintaan isteri tuannya untuk bersetubuh. Yusuf  tahu persis bahwa permintaan isteri tuannya itu di luar tanggung jawabnya, dan tidak berkenan di mata  TUHAN Allah.
Antonius Mulyanto dalam salah satu artikel tentang kepemimpinan mengupas pentingnya pemahaman perihal batasan-batasan (bounderis) dari tanggung jawabnya. Yusuf teruji dalam point ini, sekali pun ada kesempatan untuk melewati batasan-batasan tersebut, ia sadar betul apa akibat dari pelanggaran itu.

  1. Melaksanakan Tugas di dalam penjara.
Pada waktu Yusuf memilih untuk bekerja pada batasan-batasan tanggung jawabnya, dia menerima satu konsekuwensi. Ia dipenjarakan oleh tuannya ke dalam rumah tahanan raja. Satu keanehan terjadi di dalam penjara ini. Sekalipun ia adalah pendatang baru, namun Yusuf menjadi orang kepercayaan kepala penjara. Yusuf dipercayakan untuk memegang kunci penjara tahanan raja, bahkan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan penjara tersebut. Ekselensi Yusuf tidak dapat dipenjarakan oleh dinding-dinding penjara. Ekselensi Yusuf tetap nyata.
Ekselensi Yusuf di dalam penjara ini tidak terlepas dari penyertaan TUHAN. Ada kemungkinan ketika Yusuf dipenjarakan karena pitnahan isteri tuannya, ia sedikit putus asa. Oleh karena itu, TUHAN yang telah menetapkannya untuk melaksanakan misi penyelamatan bangsa pilihannya menjamah hati pemimpin penjara sehingga menaruh rasa sayang kepada Yusuf (band. Kej 39: 21).
Di sini Yusuf  kembali dapat menyatakan penyertaan TUHAN kepada kepala penjara, bahkan kepada orang-orang yang dipenjarakan bersama dirinya. Alkitab mengemukakan, setelah semua tahanan dipercayakan kepada Yusuf, kemudian kepala penjara juga mempercayakan segala pekerjaan yang berhubungan dengan penjara tersebut (band. Kej 39: 22). Mendapat kepercayaan penuh dari kepala penjara membuktikan bahwa Yusuf adalah seorang yang ekselen.
Ekselensi Yusuf ini juga tidak terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan penjara. Ia juga dapat membuktikan hal kesanggupan TUHAN untuk mengungkapkan hal-hal yang rahasia. Ini berhubungan dengan mimpi kedua pelayan raja, yaitu juru roti dan juru minuman raja. Yusuf sangat peka terhadap pimpinan TUHAN. Yusuf sangat berhati-hati dalam menyaksikan akan kesanggupan TUHAN yang dipercayainya. Menurut penulis, ketepatan arti mimpi yang didapatkannya dari TUHAN adalah bersumber dari hubungannya yang intim dengan TUHAN.
Seorang pemimpin yang percaya kepada TUHAN seharusnya memiliki hubungan yang intim dengan TUHAN. Seorang pemimpin harus memiliki hubungan yang intim dengan TUHAN karena sekali pun ia memiliki banyak pengalaman memimpin, perlu diketahui bahwa masih banyak hal yang merupakan perkara yang rahasia baginya.
Alkitab membuktikan kepada kita, ternyata sekali pun orang-orang yang ditahan bersama dengan Yusuf dan para pelayan itu adalah orang-orang yang terpelajar dan telah memiliki pengalaman lebih dari pada Yusuf, mereka tidak sanggup untuk mengartikan mimpi tersebut dengan tepat (Kej 40:8a). Namun berbeda dengan Yusuf. Yusuf bukan hanya mengandalkan kepintarannya, melainkan mengandalkan hikmat dari TUHAN. Pada waktu kedua pelayan raja itu terlihat gusar karena mimpi itu, Yusuf mengatakan demikian : “Bukankah Allah yang menerangkan arti mimpi? Ceritakanlah kiranya mimpimu kepadaku” (Kej 40: 8b). Pemimpin haruslah mencontoh tindakan Yusuf ketika menghadapi masalah-masalah yang misteri, sebab hanya DIA-lah yang sanggup memberikan jalan keluarnya.

  1. Melaksanakan Tugas pemerintahan.
Yusuf dapat menjalankan tugas-tugas pemerintahan, khususnya pengumpulan gandum selama masa kelimpahan, dan pengelolaan persediaan makanan selama masa kelaparan yang melanda negeri Mesir serta negeri-negeri sekitarnya.
Setelah Yusuf melewatkan hari-hari yang melelahkan dalam tahanan raja, tibalah saatnya bagi Yusuf untuk menyatakan ekselensinya dalam melaksanakan tugas pemerintahan di Mesir. Kesempatan ini betitik tolak dari kegusaran raja Firaun dengan dua mimpinya di waktu tidur. Raja telah menanyakan arti mimpinya kepada orang-orang kenamaan di negeri itu, namun tidak ada seorang pun yang mampu menafsirkannya.
Pada waktu semua ahli nujum dan para ahli tafsir mimpi sudah menyerah, Allah membukakan ingatan juru minuman raja tentang kemampuan Yusuf dalam menafsirkan arti mimpi. Kemudian Yusuf dipanggil dan dimintakan untuk menafsirkan arti mimpi raja itu, dengan cara yang sama. Mendengar kisah dari kedua mimpi raja itu, Yusuf menyikapinya dengan cara yang ekselen.  Yusuf tidak menyombongkan dirinya di hadapan raja. Ia menegaskan, bukan dirinya yang mampu membukakan arti mimpi, melainkan TUHAN (band. Kej 41: 14-16).
Setelah mendengarkan kedua mimpi raja Firaun tersebut, kemudian Yusuf menafsirkan arti mimpi itu, dan kemudian ia mengusulkan cara terbaik untuk mewujudkan arti mimpi tersebut (Kej 41: 25-36). Melihat kemampuan ini, kemudian raja mempercayakan kepadanya untuk melaksanakan tugas yang dimaksudkan dalam mimpinya tersebut. Ia di angkat sebagai penguasa nomor dua di Mesir (Kej 41:37-45).
Berdasarkan catatan Alkitab, Yusuf bekerja dengan sangat baik, ini dapat disebut sebagai satu prestasi kerja yang ekselen. Selama tujuh tahun masa kelimpahan, Yusuf menimbun hasil gandum di lumbung-lumbung yang telah dipersiapkan di setiap kota di negeri itu (Kej 41: 46-49). Yusuf bukan hanya ekselen selama masa kelimpahan tersebut, setelah tiba tujuh tahun masa kelaparan, hasil kerjanya selama masa kelimpahan itu dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Mesir, bahkan orang-orang dari luar Mesir pun datang untuk membeli gandum kepadanya, termasuk keluarganya dari tanah Kanaan.
Ekselensi Yusuf menjadiknya seorang penyelamat bagi bangsa Mesir, dan juga cikal bakal bangsa Israel yang dari padanya TUHAN Allah membangkitkan Mesias, yang disebut Yesus Kristus, sang Juru selamat dunia.

 Atitude Yusuf

Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia (Kej 39:10) 

Dalam kepemimpinan rohani, masalah attitude adalah masalah yang sangat penting untuk disoroti. Alkitab mencatat beberapa contoh tentang keseriusan TUHAN menyikapi masalah Attitude. Contoh : Musa, seorang pemimpin besar yang dianugerahi TUHAN sebagai manusia yang paling lembut hatinya (Bil. 12:3); hanya karena sikap tidak taat kepada petunjuk TUHAN yang dipengaruhi oleh sungut-sungut bangsa Israel harus menerima hukuman tidak dapat memasuki negeri Kanaan (Bil 20: 1-13;Ul 34: 1-6). Contoh lainnya adalah tokoh Saul. Saul adalah seorang raja yang pertama kali di antara orang Israel. Ia seorang yang elok rupanya (1 Sam 9:2). Tuhan menolaknya karena ia tidak taat pada batas-batas tanggungung jawab. Ia sengaja melanggar batasan itu dengan mempersembahkan korban kepada TUHAN, yang seharusnya adalah tugas dari nabi Samuel. Oleh karena itu, TUHAN menolaknya dan mengambil urapan kepemimpinan itu dari padanya, serta memmberikannya kepada DAUD anak Isai. Nilai Atitude merupakan modal dasar dari seorang pemimpin menuju sukses. Leksana TH dalam salah satu artikel yang mengemukakan :
Banyak manager yang menggunakan attiude sebagai acuan pertimbangan dalam merekrut karyawan.  Atitude memiliki arti kecenderungan sikap. Attitude seseorang sangat mempengaruhi cocok tidaknya dia dalam satu peran di pekerjaannya.[xv]
           
Karakter merupakan satu bagian dari “attitude.” Fredd Smith dalam kutipan sampul bukunya mengemukakan “selusin karakter seorang pemimpin bisa saja kuat, namun seorang pemimpin bisa gagal karena satu atau dua karakter yang lemah.”[xvi]
Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah betapa pentingnya memperhatikan unsur “attitude” secara serius.
            Yusuf  seorang pemimpin yang dipersiapkan TUHAN. TUHAN dengan sengaja membawanya ke berbagai situasi dan tempat yang berbeda-beda. Pertama-tama TUHAN menempatkannya di antara keluarganya, kemudian di rumah Potifar orang Mesir, dan dimasukkan ke dalam tahanan penjara. Dalam semua tempat ini, ternyata sikap baik “attitude” Yusuf  yang telah terbina sejak masa kecilnya tidak dapat berubah karena perubahan situasi, dan mau pun tempat. Sekali pun ia berada pada tempat yang memaksanya untuk kompromi dengan ketidak-benaran, ia tetap memilih untuk menunjukkan sikap baik yang seharusnya ada dalam diri seorang pemimpin.
            Yusuf  dapat berkarakter baik bukan karena mendapatkan tekanan dari TUHAN. Yusuf senantiasa menunjukkan sikap dan perilaku yang terpuji itu karena ia benar-benar memutuskan untuk melakoninya. Perhatikanlah catatan-catatan berikut ini
  1. Kej 37: 2b : “Dan Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya.” Ini berbicara perihal attitude.
  2. Kej 39: 6b :” Adapun Yusuf itu manis sikapnya (attitude) dan elok parasnya.”
  3. Kej 39: 9  : “Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia.”  Dalam kasus ini, karakter moral Yusuf (attitude-nya) teruji.
  4. Kej 40 :  6-7 : Ketika pada waktu pagi Yusuf datang kepada mereka, segera dilihatnya, bahwa mereka bersusah hati. Lalu ia bertanya kepada pegawai-pegawai istana Firaun yang ditahan bersama-sama dengan dia dalam rumah tuannya itu: “Mengapakah hari ini mukamu semuram itu?” Dalam kasus ini, yusuf menunjukkan satu karakter yang lu biasa, yaitu dalam hal keperduliannya kepada kebutuhan orang-orang yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan. Ini adalah satu karakter yang erat hubungannya dengan attitude yang baik, dan seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin.
  5. Kej 39: 9b : “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” bandingkan dengan Kej 40: 8b : “Lalu kata Yusuf kepada mereka: “Bukankah Allah yang menerangkan arti mimpi? Ceritakanlah kiranya mimpimu itu kepadaku.” Dalm kedua kasus ini, Yusuf menunjukkan satu karakter moral dan etika yang sehrusnya dimiliki oleh seorang pemimpin pilihan TUHAN.
Sikap baik atau “attitude” ditentukan oleh sikap hati kita untuk menyikapi segala sesuatu, khususnya dalam menyikapi kasih TUHAN. Pengertian hati dalam Alkitab dalam bahasa aslinya di tulis  leb  artinya bagian terdalam manusia mencakup pusat intelektual atau pikiran, perasaan, dan juga kehendak manusia[xvii]  Karakter Yusuf yang baik tersebut adalah bersumber dari keputusan terdalam yang keluar dari pusat kehidupannya.
Kejadian 39: 7-23 menunjukkan  attitude” Yusuf dapat hidup dengan sikap baik. Perilaku Yusuf ini didasari oleh kesadaran diri dan motivasi yang benar. Ia hidup bukan untuk dirinya sendiri, melainkan semata-mata untuk menjalankan hidup yang benar dan berkenan kepada TUHAN Allah-nya.
Pada waktu musuh-musuhnya berusaha untuk menghacurkan tembok-tembok pertahanan sikap baiknya, ia sadar akan tingkat kekuatan pertahanannya. Ia memilih untuk menggunakan strategi yang unik untuk menghindari serangan musuhnya. Ia tidak mencoba untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada isteri tuannya yang sedang gila seks, juga tidak berusaha menggunakan kekuatannya untuk menghajar isteri tuannya yang kurang ajar tersebut. Yusuf memilih untuk lari dan meninggalkan musuhnya tersebut. 
Yusuf  mewujud-nyatakan sikap baik di hadapan TUHAN dan juga manusia. Itu bukanlah sikap baik yang hanya bersifat sementara, tetapi sikap baik yang terus menerus dalam segala situasi, dan tempat.
Berdasarkan catatan-catatan yang ada, perwujud-nyataan sikap ini terjaga dalam keseimbangan di antara ke duanya. Sikap baiknya itu tetap dijaganya seumur hidupnya. Bahkan setelah ia menjadi penguasa  nomor dua di Mesir, ia tetap bersikap baik. Sekali pun ia dapat saja membalaskan perbuatan jahat yang pernah dilakukan oleh saudara-saudaranya, ia tidak menggunakan kesempatan itu. Sekali pun ia dapat menggunakan kuasa yang ada padanya untuk membalaskan kejahatan saudara-saudaranya, tetapi ia malah mengasihi mereka. Perhatikanlah catatan kitab Kejadian 50 berikut ini:
17.Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu.” Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya. 18  Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: “Kami dating untuk menjadi budakmu.” 19  Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? 20  Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. 21  Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.“ Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya (Kej 50:17-21).

Nelson Mandela dalam acara Oprah Winfrey menceritakan, selama 27 tahun di dalam penjara pemerintah apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Pemenjaraan itu menjadikannya menjadi seorang yang rendah hati, dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita bertahun-tahun.[xviii]  Ariwibowo Prijaksono dalam salah satu artikelnya mengutip pendapat Ken Blanchard yang mengatakan: “kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.”[xix]
Ini sangat cocok dengan sikap dan perilaku Yusuf sebagai seorang pemimpin. Yusuf tidak melihat apa yang orang lain perbuat kepadanya, tetapi apa yang ada di dalam dia dan yang benar-benar dibutuhkan orang yang dipimpinnya. Penderitaan yang dialaminya selama bertahun-tahun mempersiapkan Yusuf menjadi seorang pemimpin dengan kepemimpinan hamba.
Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang disertai dengan karakter yang berkualitas baik. Yusuf menjadi pemimpin bukan oleh karena ia lulus ujian saringan atau fit and proper test. Yusuf lulus ujian kehidupan, ketika dibuang ke sumur kering oleh kakak-kakaknya sendiri; ketika dijual sebagai budak di Mesir; ketika digoda oleh istri majikannya; dan tatkala di penjarakan karena fitnah dan kemudian dikecewakan oleh rekan yang pernah ditolongnya. Bukankah semua itu menjadi bukti sebuah karakter yang kuat? Jawabannya sederhana: penderitaan, apalagi yang datang bertubi-tubi, akan menghancur-lumatkan kualitas mereka yang berwatak lemah seperti kerupuk. Namun penderitaan, walaupun silih berganti, justru akan memperkuat serta meningkatkan kualitas mereka yang berkarakter baja.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

 Yusuf Seorang Dreamer

Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya” (Kej 37: 5).

Seorang pemimpin dikenal karena kemampuannya untuk bermimpi. Yusuf adalah seorang yang mempunyai mimpi tentang masa depannya. Alkitab mencatat bagaimana Yusuf memimpikan tentang masa depannya dan masa depan saudara-saudaranya. Yusuf mendapatkan mimpi tentang masa depannya hingga dua kali. Berdasarkan mimpi Yusuf itu, nyatalah bahwa kedua mimpinya itu memiliki arti yang sama, yaitu bahwa ia akan menjadi seorang pemimpin.
Menurut Mathews Henry, mimpi Yusuf ini adalah satu mimpi nubuatan.[xx] Mimpi itu tidak murni dari diri Yusuf sendiri, tetapi dari TUHAN kepadanya. Mimpi itu datang sampai dua kali. Ini artinya TUHAN Allah hendak menegaskan akan kebenaran mimpi itu. Pada waktu ia menerima mimpi itu, usianya masih tujuh belas tahun, jadi ia masih sangat muda.
Menyikapi mimpi-mimpi yang diterimanya itu, Yusuf sangat senang. Yusuf menerimanya dengan iman (band. Ibrani 11:22). Yusuf yakin akan kebenaran mimpi-mimpi itu. Keyakinan Yusuf ini terlihat dari caranya untuk menyampaikan hal mimpi-mimpinya itu kepada saudara-saudaranya dan kepada bapa serta ibunya (band. Kej 37: 5 - 11). Keyakinan Yusuf ini bukanlah satu keyakinan yang dibuat-buat. Keyakinan Yusuf akan kebenaran mimpi ini adalah satu keyakinan yang bulat.
Jikalau meneliti lebih teliti akan latar belakang hubungan sosialnya dengan saudara-saudaranya, pada waktu itu hubungannya sedang tidak harmonis. Keadaan itu masih tetap berlanjut sampai pada mimpi keduanya. Saudara-saudaranya sedang membencinya karena ketulusan serta kejujuran Yusuf kepada ayah mereka. Namun keadaan itu tidak menghalangi Yusuf menceritakan perihal mimpi itu.
Mimpi dalam bahasa Inggris adalah “dream,” dan dalam bahasa kepemimpinan disebut sebagai “vision.” Menurut kamus Inggris-Indonesia, kata “vision” ini artinya penglihatan, atau daya lihat, dan impian.[xxi] Arti yang ketiga ini erat hubungannya dengan masa depan. 
Yusuf, pemimpin yang dipersiapkan TUHAN menjadi pemimpin di masa depan tidak menahan visi yang ada padanya. Ia membagikannya kepada orang-orang terdekatnya. Peter M. Senge dalam buku mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang ingin oraganisasinya bertumbuh, ia harus berani membagikan visinya kepada orang-orang terdekatnya. Seorang pemimpin haruslah berani untuk membagikan mimpinya kepada orang-orang yang dipimpinnya.
Kriswandaru mendefinisikan visi merupakan suatu mimpi, cita-cita atau bayangan akan masa depan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi.[xxii]  Menurut penjelasan bapak Tonny Latif dalam kelas Developing Leader with in You, “VISI” pemimpin adalah : Penglihatan ke dalam rencana, tujuan dan maksud Tuhan dalam kehidupan seorang Pemimpin. Jadi visi bukan hanya sekedar mimpi ataupun angan-angan belaka. Visi juga bukan suatu ambisi. Visi yang baik merupakan sesuatu yang bisa dicapai. Kriswandaru[xxiii] mengemukakan dalam artikelnya perihal apa itu visi yang sebenarnya sebagai berikut ini :
What Vision Does?
1.      Visi menghubungkan sekarang dengan masa depan
Visi selalu berbicara tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Namun visi dimulai dan dibangun dari sekarang. Ibaratnya seorang arsitek yang hendak membangun sebuah gedung. Langkah awalnya sang arsitek akan mencoba membuat gambaran awal bagaimana bentuk gedung tersebut. Kemudian dia akan mulai membuat fondasinya. Sampai pada akhirnya gedung yang sesuai dengan gambaran awal sang arsitek terbentuk. Gambaran awal itu ibaratnya seperti visi. Pembuatan fondasi seperti langkah awal.
2.      Visi akan memberi kekuatan dan semangat baru
Orang-orang dalam organisasi akan lebih antusias dan mereka akan lebih bersungguh-sungguh dan memiliki komitmen tinggi untuk bekerja bila ada visi yang jelas. Coba bayangkan dan bandingkan satu organisasi yang tidak memiliki visi dan mereka hanya sekedar “bertahan hidup” saja dengan organisasi yang memiliki visi (tentunya yang relistis). Pasti orang-orang di organisasi yang memiliki visi akan lebih antusias dibandingakn orang-orang di organisasi yang tidak memiliki visi.
3.      Visi memberi rasa bangga
Visi akan membuat seseorang akan merasa bangga dan lebih berharga. Misalkan suatu organisasi memiliki visi yang bagus, maka orang-orang di organisasi tersebut akan merasa bangga akan organisasinya.
4.      Visi akan memberikan standart atau nilai-nilai baru
Dengan adanya visi maka akan terbentuk nilai-nilai atau standart-standart yang dibutuhkan untuk mencapa visi tersebut. Sebagai contoh, Anda mempunyai visi untuk menurunkan berat badan. Maka akan timbul beberapa nilai-nilai baru seperti membatasi makan, berolahraga dan sebagainya. Sama halnya dengan visi dalam organisasi.

Jadi visi haruslah sesuatu yang realistik. Dengan demikian visi dapat digambarkan sebagai satu lensa yang powerfull untuk menjalankan kepemimpinan di masa depan.
            Para praktisi di bidang kepemimpinan mengemukakan, satu vision dapat menjadi powerfull apabila visi itu dibagikan kepada orang-orang yang ada di sekitar pemimpin. Peter senge mengemukakan: “suatu visi benar bila saya dan Anda memiliki gambaran yang sama dan mempunyai komitmen satu sama lain untuk memilikinya, tidak hanya untuk diri kita masing-masing atau secara individual memilikinya.”[xxiv] Dengan demikian visi itu menjadi jelas bagi setiap orang di sekitar pemimpin tersebut. Kejelasan dan kesamaan visi ini dibutuhkan agar dapat menyusun strategi untuk mencapai tujuan dari visi tersebut.
Ketika Yusuf melihat visi yang telah dibagikannya tidak mendapatkan tanggapan positif dari keluarganya, ia tidak memandang para penentangnya sebagai musuh. Alkitab mencatat bahwa Yusuf tetap menjalankan kehidupannya sebagaimana biasanya (band. Kej 37:12-17). Andy Staley mengatakan : “A vision does not necessarily require immediate action.[xxv] Andy Staley memberikan jawaban tentang masalah ini. Mengapa visi itu tidak dengan segera menyatakan keberadaannya. Ini disebabkan karena tiga alasan :
  1. The Vision matures in us,[xxvi]
  2. We mature in preparation for the vision,[xxvii]
  3. God is at work behind the scenes preparing the way.[xxviii]
Satu visi dapat terlihat dalam satu fakta nyata apabila penerima visi dengan setia memelihara visi yang ada padanya hingga visi itu mencapai taraf kematangannya. Visi seorang pemimpin haruslah bertumbuh ke arah pematangan visi itu secara alamiah.
Visi dapat diumpamakan dengan tumbuhan gandum. Tumbuhan gandum berasal dari bijih gandum. Bijih terlebih dahulu ditaruh di dalam tanah. Bijih tersebut dikubur, dan  kita tidak pernah tahu bagaimana proses yang pasti bagaimana bijih itu dapat bertumbuh. Namun yang pasti bahwa di dalam bijih itu ada cikal bakal tumbuhan gandum (visi yang tertanam dalam hati pemimpin). Permasalahannya adalah cikal bakal tanaman gandum yang ada dalam bijih tersebut dapat bertumbuh apabila ia ditaruh dalam wadah yang tepat, dan dirawat dengan baik. Dengan demikian suatu waktu kelak bijih gandum tersebut dapat bertumbuh dengan baik dan pada akhirnya menghasilkan buah-buah gandum yang terbaik. Siapa yang mengerjakan pertumbuhan itu? Dia adalah TUHAN sumber segala kehidupan. Begitu juga dengan visi yang ada dalam hati seorang pemimpin, ia harus dirawat, dan ditumbuh suburkan dalam campur-tangan TUHAN. Yusuf, merupakan contoh teladan bagi pemimpin di sepanjang masa. Ia rela mengikuti proses pematangan visi yang ada padanya.

 Yusuf seorang Encourager

Keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri. Ini dihasilkan dari proses perubahan karakter pemimpin ke arah yang semakin memberikan dampak yang dibutuhkan oleh orang-orang yang diharapkannya ada di bawah kepemimpinannya. Perubahan kepemimpinan seseorang lahir dari hati. Ia tidak berfokus pada diri sendiri, tetapi kepada tujuan yang diharapkannya dari orang-orang di sekitarnya. Yesus berkata dalam Matius 7:12: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu demikian juga kepada mereka.” Jika seorang pemimpin ingin mendapatkan dukungan semangat dari orang-orang di sekitarnya, hendaklah ia terlebih dahulu memberikan dorongan semangat kepada orang-orang. Pemimpin yang sejati adalah seorang pemberi semangat.
Mary M. Bauer, penulis artikel “be encourager” mengutip kata-kata bijak Jean Houston yang mengatakan “We all have the extraordinarry coded inside us, waiting to be released.  Kata-kata bijak ini benar adanya, di dalam diri setiap orang terdapat code-code (inventaris) luarbiasa yang siap untuk dilepaskan ke alam nyata, sehingga dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Inventaris tersebut antara lain talenta berupa kreativitas, keahlian-keahlian khusus, dan lain sebagainya.  Faktanya banyak orang takut untuk merealisasikannya dalam satu bentuk nyata. Hal ini tentunya sangat merugikan dalam satu sitem kepemimpinan. Seorang pemimpin memiliki tugas tanggung jawab untuk mendorong setiap orang di lingkungan kepemimpinannya untuk memiliki keberanian memanfaatkan peralatan-peralatan yang ada dalam inventaris pribadi orang-orang tersebut.Yusuf sebagai seorang Encourager terlihat dalam detik-detik kehidupannya. Alkitab mencatat :
15. Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."  16.  Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:  17. Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya. 18.  Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu." 19.  Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? 20.  Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. 21.  Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.

Pada nats di atas, dilatar belakangi oleh peristiwa kematian Yakub ayah mereka. Kematian Yakub ternyata menimbulkan satu ketakutan tersendiri dalam diri saudara-saudara Yusuf. Ketakutan seperti ini wajar terjadi kepada setiap orang. Dan kalau ditinjau kembali ke masa lalu kehidupan mereka, sangat lazim bagi Yusuf untuk menghukum mereka. Alkitab mencatat bahwa Yusuf tidak bertindak demikian, tetapi memberikan kata-kata dorongan kepada saudara-saudaranya. Yusuf melihat dari sisi rencana TUHAN untuk menyelamatkan kaum keluarganya dari bahaya kelaparan yang melanda bangsa-bangsa.
Merry mengemukakan “An encourager is someone who knows who you are—the real you, not just the personality. Encouragers know you are already a pretty cool person and there’s nothing you need do but be yourself. And they’ll tell you that.”[xxix] Yusuf dapat memberikan dorongan semangat kepada saudara-saudaranya, sebab ia menyadari tujuan Allah di dalam hidupnya. Seorang pemimpin yang baik, dapat menjadi seorang penyemangat yang baik dalam kepemimpinannya apabila ia sadar mengapa ia mendapatkan kesempatan menjadi pemimpin dalam komunitasnya.
Paula Kirchner mengemukakan, “Some individuals around us are obviously in need of encouragement, but many hide their struggles behind a smile.[xxx] Yusuf peka untuk membaca pesan yang disampaikan oleh orang-orang di sekitarnya.  Kepekaan untuk mengetahui kebutuhan orang-orang di sekitarnya bukanlah satu kemampuan yang muncul secara tiba-tiba. Beberapa penggalan kisah hidupnya menceritakan, Yusuf belajar untuk mendengarkan keluh kesah orang-orang di sekitarnya. Keluh kesah ini merupakan kebutuhan hakiki yang dibutuhkan oleh orang-orang tersebut. Khususnya dalam hal semangat untuk menghadapi persoalan-persoalan yang kompleks.
Pada esensinya, leaders as ancourager mengharuskannya memiliki interpersonal relationship yang baik. Artinya, seorang pemimpin harus mecerminkan sikap layak dipercaya dalam berbagai hal. Inilah kunci untuk dapat menjalankan fungsi ini. Robin Malau dalam satu artikel berjudul “The Art of Work at Life Perspektif Awal Kepemimpinan” menuliskan hasil penemuan dari Morgan McCall dan Michael Lombardo, sebuah ‘cacat fatal’ (fatal flaws) leader yang gagal sebelum dapat mencapai tujuannya, yaitu:
  1. Tidak sensitif pada yang lain;
  2. Dingin dan sombong;
  3. Tidak dapat dipercaya.
Menurut penulis, ini adalah jawaban penting mengapa orang-orang di sekitar Yusuf suka mempercayakan masalah mereka kepadanya. Yusuf memiliki kepekaan kepada orang-orang di sekitarnya, ia dapat, dan layak untuk dipercaya.


 Responsiblity Yusuf

Responsibilty adalah kata dalam  bahasa Inggris, berasal dari dua akar kata, yaitu “response”[xxxi] yang artinya “tanggapan, atau reaksi terhadap” dan “ability[xxxii] yang artinya kecakapan, kemampuan. Jadi “responsibility” adalah kemampuan atau kecakapan seseorang untuk memberikan tanggapan terhadap tuntutan-tuntutan yang dimintakan kepadanya.
Dalam kisah Yusuf, Yusuf  adalah seorang yang responsible. Responsibility Yusuf ii telah penulis bahas sub bab yang berjudul Yusuf sebagai learner. Oleh karena itu, penulis hendak menyoroti responsibility Yusuf dari sisi yang lain, yaitu sisi disiplin pribadi.
Sifat responsible Yusuf tidak terlepas dari disiplin yang diterimanya selama berada dalam pengasuhan dan bimbingan ayahnya. Berdasarkan catatan-catatan hidupnya yang dituliskan oleh penulis kitab Kejadian, ternyata Yusuf menghadapi banyak persoalan. Mengacu kepada komposisi dari persoalan-persoalan yang di hadapinya pada waktu meresponi setiap tugas tanggung jawab yang di bebankan kepadanya, ternyata persoalan-persoalan tersebut dapat saja digunakannya untuk tidak memenuhi tuntutan-tuntutan tugas tanggung jawabnya, namun ia tidak melakukannya. Pertanyaannya adalah mengapa Yusuf tetap teguh untuk memenuhi semua tuntutan tanggung jawabnya?
Kalau kita meneliti kisah tokoh ini, responsibility-nya merupakan satu keputusan pribadinya untuk tetap hidup dalam aturan-aturan kehidupan yang benar di hadapan TUHAN Allah yang diterimanya selama dalam asuhan Yakub ayahnya. Keputusan ini nyata di dalam setiap pengambilan keputusan atas perkara-perkara yang dibebankan kepadanya. Keputusan ini, bukanlah satu keputusan yang sifatnya hanya sekedar wacana semata, dan atau keputusan yang hanya ada pada tingkat emosi sementara. Keputusan ini diambil untuk memenuhi semua tuntutan tugas tanggung jawab tersebut.

Bab VIII
KESIMPULAN

Setelah mempelajari unsur-unsur leadership dalam diri Yusuf, penulis menyimpulkan sebagai berikut ini:
1.      Keberhasilan setiap pemimpin ditentukan kemampuannya untuk memperlengkapi dirinya dengan belajar dari pengalaman kehidupannya, baik keberhasilan-keberhasilan yang didapatnya, dan mau pun kegagalan-kegagalan yang pernah di alaminya.
2.      Kepemimpinan yang didefinisikan sebagai suatu kemampuan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekitar kepemimpinan tersebut, haruslah di dasarkan kepada keteladanan, dan bukan skill, dan atau posisi. Keteladanan dapat menolong seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang-orang apabila ia memiliki karakter yang baik.
3.      Kepemimpinan dapat berhasil mencapai tujuannya apabila seorang pemimpin memiliki visi yang jelas dan dapat dimengerti oleh orang-orang, merupakan kerinduan orang-orang di sekitarnya, sehingga orang-orang tersebut mau mengambil keputusan untuk berkomitment mewujud-nyatakan visi sang pemimpin.
4.      Kepemimpinan seorang pemimpin akan semakin diakui apabila ia dapat menunjukkan responsilbiltynya dihadapan orang-orang yang dipimpinnya.
5.      Pemimpin yang responsible adalah pemimpin yang selalu berusaha untuk mendisiplin dirinya untuk menjalankan tugas tanggung jawabnya dengan baik, sesuai dengan aturan dan peraturan yang disepakati bersama.
6.      Seorang pemimpin harus menyadari akan arti penting dari pertanggung jawaban untuk kelangsungan kepemimpinannya.







END NOTE


[i] Maxwell, John C. Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, (Jakarta Barat: Binarupa Aksara, 1995), hal. 1.
[ii] Ibid, hal 2.
[iv] Ibid,
[v] Ibid,
[vi] WWW. Sscnco.com,  TH., Leksana, Skills, Knowledge, Habit, Atitude, Bisa dibina?, hal. 1. Kol.1.
[vii] Francis, Steven D., Yusuf-Yusuf dalam Generasi Tuhan, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2000), hal. 3
[viii] Senge, Peter M., Disiplin Klima, Seni & Praktek dari Organisasi Pembelajar, (Jakarta Barat: Binarupa Aksara, 1996), hal. 23.
[ix] Alkitab Elektronik e-sword, Hebrew Strong Corcondance, H157
[x] Pocket Dictionary 1.0., Copyright 2005 TJ Mobile.
[xi] Alkitab Elektronik e-sword, Hebrew Strong Corcondance, H7451
[xii] Ward, Ted, Nilai Hidup Dimulai Dari Keluarga, (Malang: Penerbit Ganddum Mas, 1988), hal. 7.
[xiii] Ciputra & Tanan, Antonius, Menjadi Manusia Unggul Yang Disertai Tuhan. (Jakarta: Bethlehem, 2003), hal.19.
[xiv] Blanchard, Ken. & Hodges, Phil., LEAD LIKE JESUS, (Tangerang: Visimedia, ed. 2, 2007), hal. 90.
[xv] WWW. Sscnco.com,  TH., Leksana, hal. 1. Kol. 2.
[xvi] SR, Fred S mith, Memimpin dengan Integritas, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1999).
[xvii] Bible Works 7.
[xix] Ibid.
[xx] Alkitab Elektronik e-sword, Hebrew Strong Corcondance, H2492.
[xxi] Ibid.
[xxiii] Ibid.
[xxiv] Senge, Peter M., Disiplin Kelima, Seni dan Praktek Dari Organisasi Pembelajar, hal. 205.
[xxv] Diktat Vision Notes from Visioneering by Andy Staley. (Malang, Satya Bakti Malang, 2006), p. 1
[xxvi] Ibid.
[xxvii] Ibid.
[xxviii] Ibid.
[xxix] Bauer, M. Mary., Be encourager, Copyright 2006.
Celebrate Recovery Encourager Coaches Connection.htm
[xxxi] Echols, John M., & Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1975), reprinted: Cetakan XIII, Maret 1984.
[xxxii] Ibid.

Tidak ada komentar: