Kamis, 25 November 2010

Disiplin Rohani dan Keefektifan Pelayanan

1Timotius  4: 1 – 12
1.  Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan 2  oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.  3  Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. 4  Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, 5  sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa. 6  Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini. 7  Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. 8  Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. 9  Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. 10  Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya. 11  Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu. 12  Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.

Pendahuluan
 

Beberapa waktu yang lalu, di website resmi GSJA (http://www.gsja.org/2010/11/22/pelayanan-atau-kejar-tayang/comment-page-1/#comment-2628)  dimuat satu artikel “pelayanan atau kejar tayang” yang ditulis oleh ibu Pdt. Ita Utomo, istri dari bapak Pdt. Thomas Agung. Berikut ini adalah kutipan dari tulisan beliau :
"Banyak dari saudara mungkin membaca artikel ini karena judulnya yang “amat menyindir”, dan memang saya menulis artikel ini karena saya merasa sedih, geram dan ‘mengurut dada’ mendengar dan melihat bagaimana beberapa hamba Tuhan dari berbagai denominasi yang saya kenal telah berubah hatinya menjadi ‘hamba uang’. Saya sendiri harus selalu mengawasi diri saya agar tidak jatuh pada masalah yang sama, karena semakin hari semakin kelihatan betapa berkuasanya uang atas kita, termasuk atas hamba-hamba Tuhan. Tetapi segala usaha saya itu tidak memadamkan keinginan saya untuk menunjukkan kepada anda betapa runyamnya gambaran pelayanan sebagian hamba Tuhan. Ini terutama terjadi di perkotaan! ….
Banyak dari kita ketika mulai melayani, kita yakin bahwa Tuhan pasti akan mencukupi kebutuhan kita. Tetapi seiring dengan waktu yang berjalan dan pengalaman yang kita lalui kita mengalami sendiri tantangan dan kekurangan. Akhirnya kita mengeluh dan bertanya-tanya mengapa semua ini tidak semudah yang dibayangkan? Mengapa hamba Tuhan dapat kekurangan, sakit, kesusahan, dsb. Perlahan-lahan kita mulai memasukkan pikiran dalam hati kita untuk meninggalkan pelayanan. Saya tahu ada cukup banyak Pelayan Injil yang ketika disupport karena perintisan akan terus melayani tapi ketika support berhenti (setelah 3 tahun biasanya) mereka berhenti melayani di tempat tersebut atau pindah daerah supaya di daerah yg baru mereka bisa mendapat support baru lagi. Bahkan saya kenal beberapa hamba Tuhan (lebih dari satu ya) yang suka berpindah-pindah organisasi karena alasan support atau dana.
Saya teringat dengan sebuah pengalaman menarik. Seorang hamba Tuhan yg kami undang digereja kami bercerita bahwa isterinya mengatur schedule kotbahnya di gereja-gereja seperti kejar tayang atau kejar setoran supaya bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Sampai-sampai sang suami kelelahan harus kesana kemari.
Apakah ini yang dimaksudkan dengan pelayanan yang efektif?

Marilah kita melihat definisi ”Efektivitas” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Efektivitas (kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tahun 2003, halaman 284 yang disusun oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, "Efektif" adalah
  1. ‘ada efeknya’ (akibatnya, pengaruhnya, kesannya);
  2. ‘manjur atau mujarab’ (tt obat);
  3. ‘dapat membawa hasil; berhasil guna’ (tt usaha, tindakan); ‘mangkus’;
  4. ‘mulai berlaku’ (tt undang-undang, peraturan).
Sementara itu, efektivitas memiliki pengertian "keefektifan". Keefektifan adalah
  1. ‘keadaan berpengaruh’; ‘hal berkesan’;
  2. ‘kemanjuran’; ‘kemujaraban’ (tt obat);
  3. ‘keberhasilan’ (tt usaha, tindakan); ‘kemangkusan’;
  4. ‘hal mulai berlakunya’ (tentang undang-undang, peraturan.
Beberapa Definisi Atau Pengertian ”Efektivitas” Menurut para ahli :
  • Roulette (1999:1) Efektivitas adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan.
  • Hodge (1984:299) Efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
  • Hidayat (1986) Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
  • Hidayat (1996), Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.
Stefen Cofey dalam bukunya yang berjudul THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE   mengungkapkan tujuh kebiasaan orang-orang yang paling efektif dalam hidup. Dalam hidup semua manusia dalam menjalankan kehidupannya, paling tidak ada:
  1. Prinsip-prinsip dasar: orang tersebut dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip dasar keberhasilan ke dalam karakter mereka. Antara lain : Integritas, Kerendahan Hati, Kesetiaan (loyal), Keadilan, Keberanian, Kesederhanaan, Kesopanan, dll
  2. Personality Ethic (Sikap dan Perilaku) Keberhasilan merupakan suatu fungsi kepribadian, citra masyarakat, sikap dan perilaku, keterampilan dan teknik, yang melicinkan proses-proses interaksi manusia. Personality Ethic mengambil 2 jalan : 1. Teknik hubungan manusia dan masyarakat 2. Sikap mental positif
  3. Paradigm / Paradigma (Cara pandang) adalah representasi mental. Adalah model, pattern, atau kumpulan ide-ide yang menjelaskan satu aspect. Paradigma bisa diumpamakan sebagai peta dari kota atau wilayah sehingga jelas bahwa  peta bukanlah wilayah itu sendiri. Kita melihat dunia bukan sebagaimana  dunia adanya, melainkan sebagaimana kita adanya – atau – sebagaimana kita terkondisikan untuk melihatnya. Tidak pernah lengkap dan tidak pernah sama.
  4. Emotional Bank Account (Rekening Bank Emosional) Rekening Bank Emosional mencerminkan tingkat kepercayaan dalam suatu hubungan. Seperti rekening keuangan di bank, kita memasukkan simpanan ke atau melakukan penarikan dari rekening ini. Perbuatan-perbuatan seperti berusaha untuk memahami terlebih dahulu, bersikap murah hati, menepati janji, dan bersikap setia.
Untuk menjalankan kehidupan yang effektif harus membangun tujuh kebiasaan
“Kebiasaan 1 : Jadilah Proaktif ( Be Proactive ).
“Kebiasaan 2 : Merujuk pada Tujuan Akhir ( Begin With The End in Mind ) 

“Kebiasaan 3 : Dahulukan yang Utama ( Put First Thing First ) 
“Kebiasaan 4 : Berfikir Menang/Menang ( Think Win Win ) 
“Kebiasaan 5 : Berusaha untuk Memahami Terlebih  Dulu, Baru Dipahami (To Understand To Be Understood
“Kebiasaan 6 : Wujudkan Sinergi (Synergy)
“Kebiasaan 7 : Mengasah  Gergaji ( Sharpening The Saw )

Kalau Steven R. Covey dapat mengajarkan 7 kebiasaan manusia yang paling efektif, rasul Paulus mengajarkan : Keefektifan Pelayanan ditentukan oleh tingkat pendisiplinan rohani seorang hamba TUHAN.
Pertanyaannya adalah  : mengapakah keefektifan pelayanan ditentukan oleh tingkat pendisiplinan rohani seorang hamba TUHAN? Berikut alasan-alasan mengapa keefektifan Pelayanan ditentukan oleh tingkat pendisiplinan rohani seorang hamba TUHAN.

I. Pendisiplinan rohani menolong hamba TUHAN untuk mengalami Janji TUHAN.

Hendaklah kaulatih dirimu untuk kehidupan yang beribadat. 8  Latihan jasmani sedikit saja gunanya, tetapi latihan rohani berguna dalam segala hal, sebab mengandung janji untuk hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.
  Tujuan TUHAN memberikan tugas kepada hambaNya adalah untuk membimbing jiwa-jiwa bertemu kepada TUHAN serta mengalami TUHAN dalam kesehariannya di muka bumi ini. Ini adalah  tugas dengan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
  1. Di satu sisi seorang hamba TUHAN harus bisa mempresentasikan eksistesi TUHAN dan rencanyaNya bagi umat manusia yang berdosa, sehingga manusia itu mau dengan sukarela meresponi TUHAN.
  2. Namun di sisi lain tugas ini memiliki resiko yang sangat besar  yang selalu siap mengancam keselamatan jiwa dan rohani seorang hamba TUHAN.
Tugas seorang hamba Tuhan adalah tugas yang dikerjakan dalam dunia yang terikat dengan waktu/zaman. Paulus menuliskan pesan kepada anak rohaninya Timothius bahwa  sekali pun seorang hamba TUHAN telah berhasil dalam menjalankan tugasnya, namun ada waktu dimana orang-orang yang sudah mengenal Tuhan akan cenderung meninggalkan jalan kebenaran yang telah mereka pelajari dari TUHAN. Paulus berkata kepada Timothius : “1.  Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan 2  oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka.”
 

Dari pesan ini jelaslah bagi kita bahwa sebagai hamba TUHAN, kita memiliki tandingan. Mereka yang dimaksudkan oleh paulus sebagai orang-orang yang memiliki cap para pendusta itu berusaha untuk membelokkan perhatian orang-orang yang kita layani dari kebenaran kepada hal-hal yang menyerupainya. Dalam dunia dimana kita berada saat ini, apa yang pernah dinubuatkan oleh Paulus tentang hamba-hamba tandingan tersebut sangat nyata. Mereka ada di sekitar kita. Mereka begitu menarik perhatian dari banyak orang, termasuk orang-orang yang tadinya sudah mengikuti jalan TUHAN.
 

Hari-hari ini, banyak hamba Tuhan yang mulai gusar dan ragu akan panggilannya. Tidak jarang kita mendengarkan bahwa ada hamba Tuhan yang mulai ditinggalkan oleh jemaat-jemaat yang selama ini dilayaninya. Untuk beberapa waktu lamanya, mungkin ia masih bisa bertahan, namun lambat laun mulai berkata: “jangan-jangan TUHAN tidak benar-benar memanggil saya menjadi hamba-Nya. 

Sekarang ini disadari atau tidak disadari, banyak orang yang tadinya adalah hamba Tuhan, namun belakangan ini mulai mempraktekkan cara-cara yang tidak berkenan kepada TUHAN. Mereka bukan lagi melayani untuk tujuan Tuhan, melainkan untuk mencapai tujuannya sendiri.
     Fakta yang baru saja kita dengarkan, adalah satu bukti bagi kita bahwa nubutan Paulus tentang zaman ini adalah benar. Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana supaya kita dapat tetap pada rel panggilan TUHAN kepada kita sebagai hamba-Nya.
     Jawabannya adalah dengan belajar mendisiplin diri kita untuk beribadah kepada TUHAN. Artinya kita harus mendisiplin rohani kita sedemikian rupa. Paulus menjelaskan kepada kita bahwa ketika kita berhasil dalam tahap ini, kita akan berhasil menjadi hamba TUHAN yang mengalami janji-janji TUHAN dalam kehidupan dan pelayanan kita. Sekali lagi mari kita perhatikan “Hendaklah kaulatih dirimu untuk kehidupan yang beribadat. 8  Latihan jasmani sedikit saja gunanya, tetapi latihan rohani berguna dalam segala hal, sebab mengandung janji untuk hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.”
 
II. Pendisiplinan Rohani erat hubungannya dengan keefektifan pelayanan Tersebut

9.  Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. 10  Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya. 11  Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu. 12  Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
Pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang disertai dengan kehidupan yang efektif dalam menerapkan nilai-nilai yang dianut serta ditularkan oleh sang pelayan kepada mereka yang dilayaninya.  Di atas telah kita pelajari bahwa “Tujuan TUHAN memberikan tugas kepada hambaNya adalah untuk membimbing jiwa-jiwa bertemu kepada TUHAN serta mengalami TUHAN dalam kesehariannya di muka bumi ini.”

Tugas tersebut erat hubungannya dengan kepemimpinan yang menerapkan nilai-nilai keteladanan. Kepemimpinan seperti inilah yang akan menghasilkan dampak pergeseran penilaian dan keinginan yang kuat kepada orang-orang di sekitarnya untuk ikut menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka.

Berikut ini beberapa pendapat pakar kepemimpinan tentang "pemimpin" dan "keteladanan":
         Bass dan Riggio (2006) menyatakan pemimpin tranformasional dicirikan oleh empat komponen yang dikenal dengan “Four I’s”: idealized influence, inspirational motivation, intelectual inspiration, dan individual consideration. “I” pertama, idealized influence atau pengaruh yang ideal, menjabarkan tingkah laku dan pengaruh yang dapat mengembangkan kepercayaan pengikut.
     Pemimpin seperti ini dipuja, dihormati, dan dipercaya oleh para pengikutnya. Para pengikutnya bersimpati kepada sang pemimpin dan ingin menirunya dan menyanjungnya karena dipandang memiliki kemampuan, keberanian, dan keteguhan pendirian yang luar biasa (Bass dan Riggio 2006).
     Kouzes dan Posner (2007) pengembang teori kepemimpinan berhaluan transformasional juga meletakkan keteladanan sebagai praktik utama kepemimpinan yang berhasil. Karena memandang begitu pentingnya keteladanan, kedua ahli menyebut konsep kepemimpinan yang dikembangkannya sebagai Kepemimpinan Keteladanan atau Exemplary Leadership. Dalam teorinya Kouzes dan Posner (2003 dan 2007) menyatakan bahwa ketika mendapati sesuatu yang luar biasa terjadi, pemimpinan melaksanakan lima praktik kepemimpin teladan yaitu :
1. mencontohkan cara (Model the Way),
2. menginspirasi visi bersama (Inspire a Shared Vision),
3.  menantang proses (Challenge the Process),
4. memampukan orang lain untuk bertindak (Enable Others to Act), dan
5. menyemangati jiwa (Encourage the Heart).
Dalam kaitannya dengan model the way - Kouzes dan Posner (2007) berpandangan "memimpin berarti Anda harus menjadi contoh yang baik, dan mewujudkan apa yang anda katakan." Gelar yang dimiliki seseorang merupakan pemberian, akan tetapi kehormatan hanya dapat dicapai melalui tingkah lakunya. 


Dalam hal apakah kita harus mempraktekkan keteladanan? Paulus mengatakan : 
“12.   Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
Pesan Paulus kepada Timothius ini mengingatkan kepada kita bahwa esensi dasar dari pelayanan seorang hamba TUHAN bukan terletak pada hasil dalam tanda kutip sejumlah jiwa-jiwa semata. Esensi dasar dari pelayanan adalah terletak pada siapa dia dihadapan TUHAN dan di hadapan orang-orang yang dilayaninya, dalam arti bagaimana ia dapat berhasil dalam mempraktekkan nilai-nilai yang akan dilayankannya.

Kristopher Andios dalam menuliskan diblognya http://thechiandios.blogspot.com/2008/10/efektivitas-yesus-sebuah-refleksi.html :  

“Tuhan Yesus di dalam pelayananNya dapat disebut efektif karena Ia mempunyai prinsip-prinsip pelayanan yang kuat dan Ia juga mengutamakan hal-hal yang utama dalam seluruh hidupNya yaitu melakukan kehendak Bapa yang mengutusNya. Yesus senantiasa menjaga hubungan pribadiNya dengan Bapa yang menjadikan seluruh hidup dan pelayananNya dapat menjadi efektif.”
Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah  menjadi seorang pelayan yang selalu memotivasi diri untuk mendisiplin rohani kita? Marilah kita belajar menjadi praktisi dan bukan seorang yang teoritis dalam mendisiplin rohani kita. Marilah mengaplikasikan nilai-nilai rohani dalam kehidupan nyata kita. Terakhir marilah kita menjadi seorang pelayan yang melayani dengan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kita.

Tidak ada komentar: