Minggu, 05 Agustus 2012

Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja


Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus, dan hidup berpadanan dengan panggilannya.[1] Panggilan itu tidak bertujuan agar gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.[2] Tuhan tidak memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini.
Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya.
Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul “Menyampaikan Kabar Baik” memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita:
Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya. Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak cukup perumahan bagi setiap orang.
Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar orang – tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja.
Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan. Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasi-generasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang Juruselamat.[3]

Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut? Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum pernah sekali pun mendengarkannya? [4] (pertanyaan yang kedua penulis kutip dari salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam bukunya yang berjudul “Merindukan Jiwa Yang Tersesat”).

Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: “Anda tidak mungkin dapat menjangkau seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.[5]  Pendapat ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka
.

Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. [6] Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya, gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif. Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di sekitarnya.

Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya. Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di sekitar-Nya.
Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul “Model-model Pelayanan Yesus” mengangkat model-model penginjilan yang dipakai oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya:
1.   Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar
pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya. Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbeda-beda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya.
2.   Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip, tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat kepada mereka.
3.   Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya. Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan Injil.
4.   Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya.
Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: “Lihat Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16).” Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja dalam melaksanakan tugasnya.
 Kata “serigala” merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.[7] Penginjilan di tengah masyarakat yang bersikap seperti mahluk buas ini,  gereja harus “cerdik seperti ular” artinya (1) cepat mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal, dan (2) banyak akal[8] dalam menghadapinya, tetapi juga harus “tulus.” Kata “tulus” artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur, tidak pura-pura, dan tidak serong).[9] Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja, Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat, dan dilakukan dengan kesungguhan hati.
Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya (gereja-Nya) adalah “garam” dan “terang” bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch dalam buku “The World Book Encyclopedia” mencatat bahwa  ditinjau dari sisi kedokteran, “Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai garam untuk dapat hidup dan bekerja.”[10] Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch mengemukakan:
Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama, garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk menerima orang lain,[11]

Harrison juga berpendapat bahwa “garam” merupakan alat pengawet dan juga berguna untuk bumbu makanan.[12]
Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah “kaio” artinya kindle, burn, dan burn up.[13] Menurut Balz dan Schneider kata “kaio” tersebut tidak hanya sekedar menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.[14] Gereja sebagai pemberita Injil harus menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu simbol yang digunakan untuk dosa)  yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab  Matius 5: 14-16 di atas, gereja sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada masyarakat di sekitarnya apabila:
1.      Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini.
2.      Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini.
3.      Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa Injil (Matius 23).
Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini.
Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja. Yesus mengatakan: “Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti segala perintah-Nya” (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi gereja yang memiliki kuasa untuk  menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.


[1] John Stot, Satu Umat, p. 10.
[2] Ibid, p. 11.
[3] Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas,  1985), p.17.
[4] Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29.
[5] Michael Hamilton, God’s Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing House, 1981), p. 51.
[6] Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996), p.129.
[7] Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat  Sekolah Tinggi Teologia Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164.
[9] Ibid, p. 968.
[10] The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S. Gilreath. (Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68.
[11] Ibid, p. 71.
[12] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Garam”, by. R.K. Harrison, p. 327.
[13] Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236.
[14] Ibid.

Tidak ada komentar: