Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja
perlu dilihat dari sisi inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk
melakukannya. Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti
penting tentang inisiator dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan
penginjilan. Perhatikanlah fakta-fakta berikut ini yang tertera pada tabel di
bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat jelas tentang sikap Allah terhadap
manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke dalam dosa.
Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa
|
Sesudah Jatuh dalam Dosa
|
1.
Hubungan Antara Manusia Dengan Allah Sangat Intim.
Bukti-buktinya:
-
Allah memberi perintah langsung kepada manusia untuk
beranakcucu, serta memenuhi bumi, dan menaklukkan bumi (Kej. 1: 28),
-
Allah menjelaskan jenis makanan yang layak untuk
manusia (Kej. 1: 29),
-
Allah memberikan otoritas serta kepercayaan kepada manusia
untuk mengusahakan taman Eden (Kej. 2:15),
-
Allah memberikan perintah larangan kepada manusia dan
menjelaskan akibat yang akan dialaminya apabila tidak mematuhinya ( Kej. 2:
17),
-
Tuhan membuat manusia berbeda dengan mahluk
ciptaan-Nya yang lainnya (Kej. 2: 9, 18-22).
2.
Manusia menerima sesamanya dengan penuh penghargaan
(Kej 2: 23-24)
3.
Allah merupakan sumber kehidupan manusia.
Bukti-buktinya :
-
Tuhan Allah menyediakan segala kebutuhan jasmaniah
manusia (Kej 2: 8-9),
-
Tuhan Allah menyediakan kebutuhan jiwa manusia (Kej
2: 18-22).
|
1.
Keintiman Hubungan Itu Terputus.
Bukti-buktinya :
-
Manusia berusaha menarik diri dari perjumpaan dengan
Allah dengan bersembunyi di antara pohon-pohonan dalam taman (Kej. 3: 8),
-
Manusia takut bertemu dengan Allah (Kej. 3:
9-10),
2.
Manusia tidak menerima sesamanya seperti pada waktu
Allah menciptakannya, manusia cenderung menyalahkan sesamanya, dan benda-benda lain di luar
dirinya ( Kej. 3: 12),
3.
Perempuan akan mengalami sakit pada bersalin (Kej. 3:
16),
4.
Manusia harus bersusah payah untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya selama di muka bumi ini (Kej. 3: 17),
5.
Allah tetap campur tangan dalam kehidupan manusia.
Bukti-buktinya :
-
Allah membuat satu ketetapan tentang akan adanya
penyelamatan di masa depan (Kej 3: 15),
-
Tuhan menjelaskan akibat yang harus dialami oleh
manusia (Kej 3: 17-19),
-
Tuhan Berinisiatif menutupi ketelanjangan manusia
(Kej 3: 21).
|
Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh
dalam dosa.
Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa
setelah jatuh ke dalam dosa, “mereka takut bertemu dengan Allah”
(Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa mendengar langkah kaki Allah, Adam dan
Hawa lebih memilih bersembunyi dari
hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe
Commentary memberikan pendapat
tentang kata “takut” sebagai satu keadaan takut disertai dengan perasaan
terteror.[1] Tomatala
menegaskan, perasaan takut dan terteror itu
terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap kebenaran (Kejadian 2: 17;
1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari ketidak-taatannya.[2] Dalam
keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur atau dengan panggilan yang kasar.[3] Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara yuridis
(kata “yuridis” artinya menurut hukum; secara hukum[4])
terbukti melanggar perintah Allah.[5] Pada
waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal mentaati perintah
Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta
isterinya berusaha untuk bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah
yang berinisiatif untuk menemukan mereka.
Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis
menemukan beberapa kebenaran berikut ini:
1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada
batas mencari, dan menemukan.
2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan
mereka dalam keadaan terteror.
3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat
alternatif lain seperti membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru
dan yang taat secara mutlak kepada-Nya.
4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan
pelanggaran Adam dan Hawa.
Dalam
kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa. Inilah pertama
kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia (Kejadian 3:15).
Janji penyelamatan ini disebut “Protoevangelium.”[6]
Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi
manusia, marilah melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan
dosa dan manusia berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang
bersifat daging (Ibrani “בּשׂר”
dibaca “bâsâr” artinya benar-benar daging sama seperti daging
binatang), lemah dan berdosa[7]
(Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah (Kejadian 6:7).
Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang dosa dan manusia berdosa tidak
berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Perjanjian Lama
|
Perjanjian Baru
|
Kejadian 6 :5-6: “Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di
bumi dan bahwa kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah
menjadikan manusia dibumi, dan hal itu
memilukan hati-Nya.”
|
Roma 3:10-18 : “Tidak ada
yang benar, seorang pun tidak. ...rasa
takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.”
Roma 3: 23 : “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan
telah kehilangan kemuliaan Allah”
|
Kejadian 6: “Berfirmanlah TUHAN, ‘Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka
bumi,... sebab Aku menyesal,...”
|
Roma 6: 23: “Sebab
upah dosa ialah maut....”
|
Tabel 2. Keberadaan Manusia
Berdosa di Hadapan Allah
Berdasarkan
pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan mengambil
sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat “Allah merencanakan
untuk menghapuskannya” dan atau memberikan “maut” sebagai upahnya. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, kata “maut” didefinisikan dengan kematian atau membawa kepada kematian.[8]
Definisi ini lebih mengarah kepada kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata
“maut” memiliki arti lebih dari sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang
bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu 2:11) artinya manusia berhadapan dengan
kematian yang kekal.[9]
Ketidak-taatan
manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk membinasakan manusia
beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan Allah melakukannya,
tetapi di sisi lain Allah memberikan
kasih karunia kepada Nuh
beserta
keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari perwujudan
kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari
kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut.
1.
Dalam kitab Yesaya diberitakan
bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat bagi Israel dan bangsa-bangsa lain
juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu pada Yesus.
2.
Dalam kitab-kitab
Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini untuk mencari dan
menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).
3.
Injil Yohanes
menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata dari kasih Allah
kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah menuntut satu syarat agar
manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu dengan mempercayai-Nya
(Yohanes 3:16).
4.
Kitab Kisah Para Rasul
menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah diutus oleh Allah Bapa.
Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan, dan tidak ada nama lain
yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia dapat diselamatkan (Kisah
Para Rasul 4:12).
Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan
melaksanakan “karya Penyelamatan”[10]
yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.[11]
Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan
kebangkitan Yesus dari Nazaret.[12] Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus (Roma
1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam
Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.[13]
[1]
Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe
Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody Press, 1962), p. 7.
[2]
Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini
(jilid 1), p. 7.
[3] Charles
F. Pfeiffer, p. 7.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016.
[5]
Yakub Tomatala, p. 7.
[6] Ibid..
[7] William
Wilson, Wilson’s Old Testament Word
Studies, (Massachusetts: Hendrickson Publishers), p. 169.
[8] Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639.
[9] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2),
S.v. “Mati, Kematian, dan Maut,” by L. M. Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36
[10]
Ibid. S.v. “Selamat, Keselamatan,” by
G. Walters, p. 377.
[11]
Ibid. p. 375.
[12]
William J. Abraham, The Teologic of
evangelism (Michigan: William B, Eerdmans Publishing Company Grand Rapids,
1989), p. 17.
[13] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2),
S.v. “Selamat, Keselamatan,” p. 378.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar