Hamilton berpendapat “kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.”[1] Kemudian Gerber menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung. Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini:
Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya
membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus, sehingga mereka
beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri kepada Dia.
Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang
mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, menjadikan
mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab dan yang berbuah.
Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orang-orang lain murid Yesus Kristus,
membaptiskan mereka, mengajar mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja.
Oleh karena itu, penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru
kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan.
Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120
anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang baru itu
kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan disukai semua orang.
Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang-orang yang
diselamatkan. Dalam proses penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi
sasaran dan juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis.
Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu
kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat mengenai
jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat. Angka-angka ini
didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi pengikut Kristus, yang
dibaptiskan dan yang bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta
berkumpul untuk memecah-mecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa
perbuatan adalah iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan
rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena kualitas dan
kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang sama.[2]
Penginjilan
yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti pada batas menjadikan
seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga bertanggung jawab
untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah memuridkan kedua belas
murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang memahami dengan benar mengapa
Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan setelah mereka menjalani proses
pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja lokal yang bertanggung jawab untuk
turut melaksanakan tugas penginjilan.
Purnawan memberikan
pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan pertumbuhan gereja sebagai berikut
ini:
Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan
bahwa: penginjilan adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan
gereja tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah gereja
mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus datang kembali untuk
kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya. Penginjilan memiliki peranan utama
dalam pertumbuhan gereja. Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan
yang sehat. Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak
Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa, melainkan supaya
semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa penginjilan gereja akan berhenti
untuk bertumbuh, bahkan mungkin dengan segera mati.[3]
Tanibemas
menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja. Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai
berikut ini:
1. Alkitab
mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh tahun, dan
jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10).
2. Belakangan
ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60 tahun. Kalau
gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan injil, seiring
dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang meninggal, maka
pada akhirnya gereja mati sama sekali.
3. Lamanya
seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti. Dalam
kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku “hukum kesempatan dan kemungkinan,” jadi
kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang, bukan nanti dan atau
beberapa waktu yang akan datang.
Hasil
analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas penginjilan,
akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi pertumbuhan
gereja.
Penginjilan
merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan kepada dunia ini
akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan bukan statis (kata “dinamis”
berasal dari bahasa Yunani yaitu “δύναμις” dibaca “dinamis”
artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).[4] Tuhan
Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).
Kedinamisan
gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat diukur dari
keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan Kristus.”[5] Kedinamisan
gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk membimbing orang-orang
untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus menjadi Juru selamatnya,
kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang efektif.[6]
[1]
Michael Hamilton, God’s Plan for the
Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981), p. 51.
[2]
Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam
Hidup, 1982), p. 14-16.
[3] Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di
Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka peringatan 25 Tahun Kependetaan
Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan oleh
Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176.
[4]
William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English
Lexicon Of The Testament and Other Early Christian Literature (Chichago:
The University of Chicago Press, 1971), p. 206.
[5] C.
E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16.
[6]
Ibid, p.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar